INAnews.co.id, Brussels, – Dalam Pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN dan Uni Eropa (UE) ke-22 di Brussels, 21 Januari 2019, Indonesia kembali perjuangkan isu sawit dan menolak kebijakan diskriminatif terhadap sawit di Eropa.
Wakil Menteri A.M. Fachir yang memimpin Delegasi RI menyampaikan fakta-fakta mengenai kontribusi sawit bagi perekonomian serta sumbangannya terhadap pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
“Sawit adalah komoditas strategis bagi Indonesia khususnya bagi petani kecil. Sekitar 20 juta masyarakat ASEAN bergantung kehidupannya pada industri sawit dan lebih dari 5 juta petani kecil di Indonesia, Thailand, dan Filipina menyandarkan kehidupannya dari kelapa sawit” tandas Wamenlu Fachir.
Dalam konteks global, sawit memiliki peran kunci dalam mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
“Menolak sawit sama artinya menolak SDGs yang merupakan suatu kesepakatan global” tegas Wamenlu Fachir.
Dalam kesempatan tersebut, Wamenlu Fachir mengajak ASEAN dan Uni Eropa untuk memperkuat kemitraan dalam berkontribusi untuk menyelesaikan berbagai tantangan global.
ASEAN dan UE diharapkan dapat menginspirasi kawasan-kawasan lain untuk terus kedepankan budaya dialog dan penyelesaian konflik secara damai.
Selain itu, ASEAN dan UE juga perlu memperkuat kerja sama dalam menghadapi tantangan bersama lintas negara seperti terorisme, radikalisme, dan migrasi ireguler.
Dalam bidang ekonomi, Indonesia mengajak ASEAN dan UE untuk memperkuat kerja sama ekonomi serta melawan kecenderungan proteksionisme.
Pertemuan Tingkat Menteri tersebut dihadiri oleh para menteri luar negeri atau yang mewakili dari 10 negara anggota ASEAN, 28 negara angggota EU serta Sekjen ASEAN.
Pimpinan sidang dilakukan bersama oleh Menlu Singapura Vivian Balakrishnan serta Komisioner UE untuk Urusan Luar Negeri dan Kebijakan Keamanan Federica Mogherini.
Bahasan yang krusial antara lain membahas berbagai isu kawasan dan global serta melakuan evaluasi terhadap kemitraan ASEAN dan Uni Eropa yang tahun ini berusia 42 tahun.