INAnews.co.id, Jakarta – Penolakan keras dilakukan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) atas terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) No.21 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 sebagai turunan dari UU Tabungan Perumahan Rakyat (TAPERA).
KSBSI menyiapkan demonstrasi besar-besaran tingkat nasional di seluruh Indonesia, menolak terbitnya TAPERA. Puncak aksi demonstrasi bakal digelar KSBSI di Istana Negara / Patung Kuda, Selasa 9 Juli 2024.
Tak cuma menggelar aksi demonstrasi, KSBSI juga siap menggugat (judicial review) UU TAPERA. Tim Lembaga Bantuan Hukum (LBH) KSBSI akan mengajukan permohonan Judicial Review UU No. 4/2016 tentang TAPERA ke MK, besok Selasa 9 Juli 2024.
Berlakunya PP No. 21 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP No. 25 Tahun 2020 sebagai turunan dari UU Tapera telah mewajibkan semua buruh swasta dipotong gajinya sebesar 3 persen, dimana dari nilai itu, upah buruh akan dipotong 2,5 persen dan sisanya 0,5 persen pemotongan akan ditanggung pengusaha/pemberi kerja.
KSBSI beranggapan bahwa pemotongan upah tersebut hanya menambah beban bagi buruh buruh di tengah sulitnya ekonomi dan rendahnya kenaikan upah. UU TAPERA juga merupakan pengingkaran tanggung jawab pemerintah dalam menyediakan perumahan yang layak dan murah bagi warga negara.
Melihat situasi dan kondisi upah buruh buruh di Indonesia masih jauh dari kata layak dan sangat terbatas pendapatannya, sangat tidak masuk akal jika pemerintah memaksakan UU TAPERA diberlakukan dua tahun mendatang, yaitu tahun 2027.
KSBSI menegaskan, bahwa UU No. 4/2016 tentang TAPERA melanggar hak konstitusional rakyat untuk mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja dengan alasan-alasan sebagai berikut:
1. Upah masih kecil, belum mencapai kebutuhan hidup layak (rata-rata Rp. 2,9 juta);
2. Buruh dan pengusaha telah diwajibkan membayar iuran jaminan sosial yang cukup besar (buruh 4% & pengusaha 11,74%);
3. Program Tapera tumpang tindih dengan program BPJS ketenagakerjaan;
4. Buruh sudah banyak memiliki rumah dengan cara mencicil;
5. Hubungan kerja PKWT yang setiap saat dapat di PHK;
6. PHK merajalela akibat perusahaan banyak tutup dan terseok-seok, dan pemudahan PHK dalam UU Cipta Kerja;
7. UU TAPERA diskriminatif (manfaat);
8. UU TAPERA membebani buruh untuk menanggung beban yang seharusnya menjadi beban Pemerintah untuk membiayai fakir miskin;
9. Inflasi tinggi.
Tuntutan yang di ajukan KSBSI dalam aksi
Dengan alasan di atas, maka DEN KSBSI menyampaikan tuntutan sebagai berikut :
1. Menolak pemberlakuan UU TAPERA beserta aturan turunannya;
2. Menuntut Pemerintah untuk melakukan dialog yang terbuka dan transparan dengan pemangku kepentingan tentang kebijakan penyelenggaraan pembangunan perumahan rakyat tanpa membebani buruh/buruh melalui tabungan wajib;
3. Menuntut pemerintah melaksanakan Rekomendasi ILO Nomor 115 Tahun 1961 tentang Perumahan Buruh.