INAews.co.id, Jakarta – Pendapat hukum atas sengketa Tata Usaha Negara (TUN) antara Partai Demokrasi Perjuangan (PDIP) dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang disampaikan oleh Prof. Dr. H. Abdul Latif S.H., M.Hum di Kampus Universitas Krisnadwipayana (Unkris) Senin 29 Juli 2024 kepada redaksi.
Prof Abdul Latif memaparkan pendapat hukumnya ketika diminta sebagai ahli dalam sengketa TUN pada sidang tgl 25 Juli 2024 terkait gugatan perbuatan melanggar hukum oleh Tergugat KPU dalam perkara No. 133/G/TF/2024/ PTUN Jakarta.
Ahli menjelaskan bahwa terkait perkara gugatan perbuatan melawan hukum yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai badan dan/atau Pejabat Pemerintahan atau Pejabat Penyelenggara negara dalam melaksanakan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia Tahun 2024, dengan Nomor Registrasi: 133/G/TF/2024/PTUN JKT.
Adapun pendapat Ahli sebagai berikut :
1. Sebelum ahli menjawab objek gugatan penggugat terlebih dahulu menjawab pertanyaan terkait legalitas Tindakan PLT Ketua KPU Memberikan Surat Kuasa kepada Penerima Kuasa dalam persidangan ini, harus memenuhi syarat tindakan jabatan sebagai organ dan/atau Pejabat Tata Usaha Negara, yaitu – Pertama, KPU adalah Lembaga Pemerintahan yang mempunyai tugas, wewenang , kewajiban yang dilakukan oleh penjabat dan atau pemangku jabatan “Ketua” yang bersifat tetap (bukan PLT) dalam melaksanakan tugas-tugas KPU yang melekat pada Jabatan “Ketua”. Sebagaimana diatur dalam Pasal 11 (1) huruf b dan d UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemiliihan Umum.
2. Jabatan Ketua KPU mempunyai tugas “bertindak untuk dan atas nama KPU ke luar dan ke dalam”. Menandatangani seluruh Peraturan dan Keputusan KPU, termasuk Keputusan memeberikan “Surat Kuasa ” kepada penerima Surat Kuasa.
3. Tindakan jabatan KPU harus dilakukan oleh Pejabat Ketua KPU yang bersifat tetap yang kewenangannya bersifat Atributif, langsung diperoleh dari UUD 1945 dan UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
4. Tindakan Pejabat PLT, memperoleh mandat apabila ditugaskan oleh Badan dan/atau Pejabat yang lebih tinggi dan merupakan pelaksanaan tugas rutin sebagaimana diatur dalam Pasal 14 Ayat (1) dan (2) UU No. 30 tahun 2014. Tentang administrasi pemerintahan. Dengan demikian Pejabat PLT bukan bertindak atas dasar kewenangan sendiri melaksanakan tugas KPU melainkan tidak lebih dari pelaksana wewenang dari “Ketua” KPU. Jadi pemilik asli dari tugas dan wewenang itu tidak lain hanyalah Ketua KPU definitif dan tanggung jawab dan tanggung gugat tetap berada pada pemberi Mandat in casu Ketua KPU sebagaimana diatur dalam Pasal 8 Ayat (1) UU No.30 Tahun 2014 tetang Administrasi Pemerintahan.
5. Legalitas tindakan seorang pejabat sebagai representasi tindakan jabatan yang dilakukan oleh Ketua KPU yang bersifat tetap sebagaimana diatur dalam Pasal 8 Ayat (2) huruf (a) UU No.30 tahun 2014. Berdasarkan syarat sahnya suatu tindakan jabatan tersebut, apabila tidak terpenuhi maka Ahli berpendapat Surat Kuasa yang diberikan oleh Pejabat PLT Ketua KPU kepada Penerima Kuasa, adalah bukan merupakan tindakan Jabatan yang sah dan bersifat tetap, dan karenanya Penerima SURAT KUASA tidak dapat dikatakan bertindak untuk dan atas nama mewakili kepentingan Tergugat Ketua KPU sebagai badan dan/atau Pejabat Tata Usaha Negara yang digugat dalam perkara ini. Terkait objek tindakan pemerintahan oleh Tergugat Ketua KPU sebagai badan dan/atau Pejabat Tata Usaha Negara yang tidak berbuat untuk menolak pendaftaran Gibran Rakabuming Raka yang tidak memenuhi syarat calon Wakil Presiden “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun berdasarkan UU PEMILU, adalah suatu tindakan dan/atau perbuatan (Omission), yaitu Tergugat KPU tidak melaksanakan kewajiban, fungsi dan kewenangannya sebagai badan dan/atau pejabat untuk menegakkan hukum peraturan perundang – undangan yang berlaku sebagaimana ditentukan dalam Peraturan KPU Pasal 13 Ayat (1) huruf (q) Peraturan KPU No. 19 Tahun 2023 yang masih tetap berlaku setelah putusan MK No. 90 tahun 2023, larena itu tindakan tidak berbuat (Omission) adalah merupakan suatu perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige overheids daad) sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 8 UU No.30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2019.
Bahwa Berdasarkan pertimbangan tersebut secara yuridis menurut pendapat Ahli tindakan dan/atau perbuatan tidak berbuat (Omission) oleh Tergugat KPU sebagai badan dan/atau l Pejabat Pemerintahan adalah suatu perbuatann melanggar hukum (onrechtmatige overheids daad) karena bertentangan dengan kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan AAUPB sebagaimana dimaksud Pasal 7 Ayat (1) dan (2) huruf c UU No.30 Tahun 2024 .
Sebaliknya tindakan pemerintahan yang dilakukan oleh Tergugat KPU (Comission) yang bersifat aktif dalam menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.90/PUU/XXI/2023, adalah suatu tindakan atau perbuatan pemerintahan yang tidak dapat dibenarkan menurut hukum, dengan alasan dan pertimbangan hukum sebagai berikut :
(a). Tergugat KPU tidak mnempunyai kewenangan melakukan tindakan dan/atau perbuatan untuk menindak lanjut amar Putusan MK tersebut, karena yang berwenang menindak lanjuti putusan MK adalah Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden yang mempunyai kewenangan legislasi melakukan perubahan ketentuan Pasal 169 huruf (q) UU No. 7 Tahun 2017, yang sudah dinyatakan bertentangan dengan UUDN tahun 1945 sebagaimana amar Putusan MK No. 90/PUU-XXI/TF/2023, yang pada pokoknya menyatakan bahwa : “Pasal 169 huruf q UU No. 7 Tahun 2017 bertentangan dengan UUDN 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah /sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah”.
(b). Putusan MK tersebut berlaku secara prospektif atau berlaku kedepan dalam arti bukan untuk pemilu tahun 2024, melainkan berlaku pada Pemilu yang akan datang, karena itu secara yuridis normatif amar Putusan MK tersebut harus terlebih dahulu atau ditindak lanjuti oleh DPR dan Presiden sebagai Lembaga negara yang memiliki kewenangan legislasi, untuk melakukan perubahan pengaturan dalam ketentuan Pasal. 169 huruf (q) UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. sesuai amar putusan MK tersebut.
(c). Bahwa tindakan yang dilakukan Tergugat KPU menindaklanjuti Putusan MK tersebut bertujuan untuk menerima pendadaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai bakal calon Wakil Presiden dengan cara melakukan tindakan konkrit berupa tindakan menerbitkan Surat KPU Nomor. 1145/PL.01.4-SD/05/2023 kepada pimpinan partai politik peserta Pemilu Tahun 2024 yang substansinya meminta kepada seluruh Partai Politik berpedoman kepada Putusan MK Nomor 90 /PUU-XXI/2023 sehubungan dengan Pendaftaran Bakal Calon Pasangan Presiden dan Wakil Presiden Peserta Pemilu Tahun 2024. Adalah suatu tindakan yang dilakukan Tergugat KPU secara tidak sah, karena telah menyalahgunakan kewenangan dalam menetapkan dan atau melakukan Keputusan dan atau tindakan sebagaimana diatur dalam Pasal 8 Ayat (2) UU No.30 Tahun 2014.
(d). Bahwa selain tindakan Tergugat KPU menerbitkan Surat KPU Nomor. 1145/PL.01.4- SD/05/2023 secara tidak sah, Tergugat KPU juga telah melakukan tindakan konkrit menindak lanjuti Putusan MK No.90/PUU-XXI/2023 dengan menerbitkan PKPU Nomor. 1378/2023 tentang Pedoman Teknis Pendaftaran, Verifikasi, dan Penetapan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden dalam Pemilu 2024 adalah suatu tindakan yang bertentangan dengan kewajiban dan peraturan perundang-undangan serta AUPB sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Ayat (1) dan (2) UU No.30 Tahun 2014.
(e).Bahwa tindakan Tergugat KPU melakukan tindakan faktual berupa tindak lanjut putusan MK dengan menerbitkan Surat KPU Nomor. 1145/PL.01.4-SD/05/2023 adalah suatu tindakan perbuatan melanggar hukum, telah melampaui batas kewenangannya, dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana dimaksud dan diatur dalam Pasal 10 Ayat (1) huruf d dan Ayat (2) UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
(f). Bahwa tindakan faktual (commission) tersebut secara yuridis normatif Tergugat KPU, tidak berwenang menindak lanjuti amar Putusan MK tersebut, melainkan yang berwenang adalah DPR atau Presiden sebagaimana diatur dalam Pasal 10 Ayat (2) UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang pada pokoknya menyatakan “Tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan oleh DPR atau Presiden.
(g).Bahwa tindakan konkrit dan atau tindakan faktual yang dilakukan Tergugat KPU tersebut, juga telah melanggar asas materi muatan peraturan perundang-undangan yang mencerminkan asas kesamaan kedudukan dalam hukum pemerintahan, asas kepastian hukum, asas keadilan, dan asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Ayat (1) UU No.12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan Perundang-undangan. Dengan demikian tindakan Tergugat KPU tersebut dilakukan bukan karena kepentingan negara, melainkan kepentingan perseorangan.
(h) Bahwa berdasarkan pertimbangan hukum tersebut, Tergugat KPU telah melakukan perbuatan melanggar hukum baik tindakan omission maupun tindakan commission yang tidak sesuai atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB).
Kemudian bagaimana menurut pendapat Ahli terhadap tindakan tidak berbuat menolak hasil tes kesehatan Gibran.
Dapat ahli jelaskan bahwa : Tindakan tidak berbuat (omission) oleh Tergugat KPU untuk menolak hasil Tes Kesehatan Sdr. Gibran Rakabuming Raka adalah suatu tindakan atau perbuatan yang tidak dapat dibenarkan menurut hukum, karena sejak awal diketahui oleh Tergugat KPU bahwa Sdr. Gibran Rakabumimng Raka tidak memenuhi syarat calon berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun, tidak sesuai dengan peraturan hukum perundang-undangan yang berlaku.
Tergugat KPU tidak berbuat menolak hasil Tes Kesehatan adalah suatu perbuatan yang bertentangan dengan kewajibannya untuk melaksanakan wewenangnya dan menegakkan peraturan perundang-undangan, karena itu suatu tindakan tidak berbuat menolak hasil tes Kesehatan merupakan suatu perbuatan melanggar hukum karena telah bertentangan dengan kewajiban dan kewenangannya sesuai ketentuan peraturan hukum perundang-undangan yang berlaku khususnya syarat bakal calon wakil presiden, sebagaimana diatur dalam Pasal 169 huruf q UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu Juncto Pasal 13 PKPU No. 19 Tahun 2022.
Sebaliknya tindakan (commission) Tergugat KPU, melakukan perbuatan memerintahkan Sdr. Gibran Rakabuming Raka untuk melakukan Tes Kesehatan sebagai pemenuhan persyaratan administrasi Bakal Calon Wakil Presiden Pemilu 2024, adalah suatu tindakan yang tidak dapat dibenarkan menurut hukum, dengan alasan hukum.
Bahwa : Tergugat KPU telah mengetahui bahwa Sdr. Gibran Rakabuming Raka, sebagai bakal calon Wakil Presiden yang tidak memenuhi syarat calon berusia paling rendah 40 tahun, tetapi kenyataannya Tergugat KPU memerintahkan melakukan Tes Kesehatan sebagai persyaratan administrasi adalah suatu tindakan yang melampaui batas kewenangannya dan tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku yaitu syarat calon Wakil Presiden yang telah memenuhi syarat usia 40 tahun, wajib melengkapi persyaratan administrasi diantaranya Tes Kesehatan dari Rumah Sakit Pemerintah yang ditunjuk oleh Tergugat KPU dan dibuktikan hasil Tes Kesehatan sebagai kelengkapan persyaratan administrasi dengan tujuan sebagai bahan verifikasi persyaratan dan syarat calon untuk meloloskan Sdr. Gibran Rakabuming Raka sebagai calon Wakil Presiden peserta Pemilihan Umum Tahun 2024.
Bahwa berdasarkan pendapat Ahli tersebut terhadap tindakan pemerintahan tidak berbuat (Ommission) dan tindakan pemerintahan yang dilakukan (Commission) oleh Tergugat KPU telah memenuhi alasan hukum yaitu tidak terpenuhinya unsur tindakan atau perbuatan kepentingan negara dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan adalah merupakan suatu tindakan melanggar hukum (onrechtmatge overheids daad).
Selanjutnya, bagaimana pendapat Ahli terhadap tindakan pemerintahan yang tidak mencegah atau tidak menolak Penetapan Gibran Rakabuming Raka sebagai Calon Wakil Presiden peserta Pemilu Tahun 2024?
Jawaban
Dapat Ahli jelaskan bahwa 4ndakan 4dak berbuat (Ommission) oleh Tergugat KPU terkait tidak mencegah atau tidak menolak Penetapan Gibran Rakabuming Raka sebagai Calon Wakil Presiden peserta PEMILU, tidak dapat dibenarkan menurut hukum, dengan alasan Ahli sebagai berikut :
1. Tergugat KPU tidak berbuat (Ommission) mencegah atau tidak menolak penetapan Gibran Rakabuming Raka adalah suatu perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban Tergugat KPU dalam mewujudkan Pemilu yang adil dan berintegritas, menjamin konsistensi pengaturan, memberikan kepastian hukum, mengendalikan pengaturan serta menegakkan peraturan dalam menggunakan kewenangannya sesuai tujuan penyelenggaraan Pemilu yang diberikan oleh peraturan hukum perundang-undangan yang berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024. Tergugat KPU tidak berbuat menolak penetapan Gibran Rakabuming Raka yang tidak memenuhi syarat calaon Wakil Presiden, berusia paling rendah 40 tahun, adalah suatu tindakan pemerintahan yang tidak sesuai atau bertentangan dengan kewajiban dan fungsi Tergugat KPU untuk menegakkan peraturan hukum yang disebutkan dalam perundang-undangan yang berlaku khususnya PKPU No. 1 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan dan Keputusan KPU.
2. Tindakan Tergugat KPU tidak berbuat (ommission) atau tidak menolak penetapan Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presiden peserta PEMILU adalah suatu tindakan melanggar hukum, karena tidak sesuai dengan pengaturan kewajiban, kewenangan atau bertentangan dengan kewajiban, dan kewenangannya dalam menegakkan peraturan hukum perundang-undangan, dan asas-asas umum pemerintahan yang baik sebagaimana diatur dalam Pasal 5 huruf c Jouncto Pasal 6 Ayat (2) huruf (a). (b). (c), dan (d) Undang-Undang Nomor. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Terhadap Tindakan Administrasi Pemerintahan oleh Tergugat KPU dengan melakukan tindakan atau perbuatan (Commission) dalam penetapan Gibran Rakabuming Raka sebagai pasangan calon presiden dan Wakil Presiden dengan menindak lanjuti Putusan MK No.90/PUU-XXI/2023, dengan cara mengeluarkan Keputusan KPU (KKPU) Nomor 1378 Tahun 2023 Tentang Pedoman Teknis Pendftaran Verivikasi Pasangan CalonPresiden dan Wakil Presiden Dalam Pemilu Tahun 2024, adalah suatu tindakan yang tidak sah karena Tergugat KPU tidak berwenang menindak lanjuti Putusan MK tersebut, melainkan yang berwenang adalah DPR atau Presiden, karena itu Keputusan KPU No.1378 4dak sah secara hukum. Tindakan dan/atau perbuatan yang dilakukan (Commission) oleh Tergugat KPU dalam menerbitkan KKPU No.1378, dengan cara mengadopsi amar putusan MK No.90/PUU- XXI/2023, bukanlah materi muatan yang harus ditetapkan dalam bentuk Keputusan KPU No.1378/2023, melainkan materi muatan yang harus ditetapkan terlebih dahulu dalam bentuk undang-undang yang menjadi kewenangan DPR Bersama Presiden sebagaimana diatur dalam Pasal 10 Ayat (1) huruf d dan Ayat (2) UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Tergugat KPU dalam melakukan tindakan dengan menerbitkan KKPU No.1378/2023 tidak sesuai prosedur dan mekanisme yang diatur dalam PKPU No.1 Tahun 2022 dan tindakan membentuk KKPU No.13278/2023 tidak didasarkan PKPU No.19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta PEMILU Presiden dan Wakil Presiden, akan tetapi didasarkan atas tindakan menindak lanjuti amar putusan MK tersebut, dengan tujuan untuk meloloskan Gibran Rakabuming Raka sebagai peserta pasangan Presiden dan Wakil Presiden dalam Pemilihan Umum Tahun 2024, Tergugat KPU melakukan tindakan (Commissio) merubah PKPU No. 19 Tahun 2023, menjadi PKPU No. 23 Tahun 2023 adalah suatu tindakan yang tidak sah karena selain tidak berwenang menindak lanjuti amar putusan MK No.90/PUU/XXI/2023, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 10 Ayat (1) huruf d dan Ayat (2) UU No.12 Tahun 2011, juga tidak sesuai prosedur dan mekanisme yaitu harus terlebih dahulu koordinasi dengan DPR dalam mengubah PKPU No. 19 Tahun 2023 menjadi PKPU No.23 Tahun 2023, serta tindakan tergugat KPU menindak lanjuti putusan MK No.90/PUU/XXI/2023, dengan cara berlaku surut, yang seharusnya amar putusan MK tersebut berlaku prospektif (berlaku kedepan) dengan terlebih dahulu dilakukan amandemen khusunya Pasal 169 huru q UU No. 7 Tahun 2017 tentang PEMILU.
Bahwa berdasarkan pertimbangan hukum tersebut, tindakan atau perbuatan yang dan tidak sesuai atau bertentangan dengan Peraturan hukum perundang-undangan khususnya ketentuan Pasal 10 Ayat (1) huruf d UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Jouncto Pasal 7 Ayat (1) huruf a,b,c dan d UU No.30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Legal Opinion
Prof. Dr. H. Abdul Latif S.H., M.Hum
Dekan Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana (Unkris)