Menu

Mode Gelap
Pendidikan Militer Bukan Solusi untuk Anak “Nakal” di Jawa Barat Harga Emas Hari Ini Naik Rp23.000 Jaksa Agung dari TNI Dimungkinkan Ditunjuk Presiden Prabowo, Kata Amir Hamzah Menkes Resmikan Pembangunan RSUD Raja Ampat: Perkuat Layanan Kesehatan di Wilayah Kepulauan Kolaborasi Internasional Kunci Penguatan Ekosistem Film Ketum PKN Anas Urbaningrum Peringatkan Tantangan Besar Koperasi Merah Putih

PROGRAM

Indonesia Gelap vs Cerah: Polemik Program Makan Bergizi Gratis dan Tantangan Pemerintahan Prabowo

badge-check


					Foto: pakar hukum tata negara, Feri Amsari (dua dari kiri) saat menjadi narasumber di acara Prime Time INAnews TV, baru-baru ini dengan tema “Dari Indonesia Gelap Menjadi Indonesia Cerah” Perbesar

Foto: pakar hukum tata negara, Feri Amsari (dua dari kiri) saat menjadi narasumber di acara Prime Time INAnews TV, baru-baru ini dengan tema “Dari Indonesia Gelap Menjadi Indonesia Cerah”

INAnews.co.id, Jakarta– Diskusi panas mengenai kinerja 5 bulan pemerintahan Prabowo-Gibran mengemuka dalam forum Prime Time INAnews TV, beberapa waktu mengangkat isu kontroversial “Dari Indonesia Gelap Menjadi Indonesia Cerah” yang disuarakan mahasiswa, sekaligus menyoal implementasi program unggulan Makan Bergizi Gratis (MBG).

Perdebatan melibatkan relawan pendukung, pakar hukum, dan perwakilan kepolisian, menyoroti gap antara janji politik dan realitas di lapangan.

MBG: Antara Harapan dan Kritik

Program MBG yang digadang-gadang sebagai solusi stunting dan penopang ekonomi kerakyatan justru menjadi sorotan akibat sejumlah masalah:

  • Keracunan dan kualitas makanan yang viral di media sosial, termasuk paket makan yang dianggap tak memadai (seperti “toge sedikit dan tahu sebelah”).
  • Ketidaksiapan infrastruktur, dengan hanya 2.000 dari 48.000 dapur yang beroperasi, serta anggaran baru terealisasi Rp750 miliar dari total Rp71 triliun.
  • Potensi korupsi dalam alokasi dana akomodasi dan pengawasan yang mencapai 20% anggaran.

Abed Nego Panjaitan (Ketum Prabo Center 08) membela program ini dengan menyatakan MBG telah membuka lapangan kerja bagi 2,4 juta orang dan mendorong ekonomi lokal. “Ini program kolaboratif, bukan proyek kronisme. Semua transparan dan diawasi digital,” tegasnya.

Namun, ia mengakui adanya kendala teknis seperti kelalaian pengelola dapur.

Kritik Mahasiswa dan Ancaman “Obstruction of Justice”

Aksi mahasiswa yang menyebut “Indonesia Gelap” ditanggapi beragam. Feri Amsari, pakar hukum, menegaskan kritik sebagai bagian dari demokrasi:

“Negara harus tebal telinga. Jika MBG dikritik lalu dianggap menghalangi penegakan hukum, itu bahaya. Hukum jangan jadi alat pembungkam.”

Ia juga mempertanyakan mengapa intervensi mantan Presiden Jokowi masih dominan, termasuk kunjungan rutin dan pernyataan menteri yang menyebut “ini still my boss”. “Dalam sistem presidensial, bos menteri hanya presiden yang sedang menjabat,” tegasnya.

Respons Kepolisian dan Isu Narkoba

Brigjen Pol. Ratno Kuncoro (Direktur Ekonomi Baintelkam Mabes Polri) mengakui kompleksitas pengawasan MBG dan tantangan lain seperti peredaran narkoba. “Kami sedang berbenah, termasuk menindak oknum aparat yang terlibat. Tapi perlu diingat, Indonesia negara kepulauan dengan pintu masuk narkoba yang sangat luas,” jelasnya.

Ia juga menekankan pentingnya restorative justice untuk menyelesaikan konflik, termasuk kasus kritik terhadap MBG yang berujung pelaporan ke polisi.

Prabowo di Mata Pendukung dan Kritikus

Relawan pendukung seperti Bang Abed optimistis pemerintahan Prabowo-Gibran akan membawa Indonesia menuju “2045 Emas”. “Prabowo paham akar masalah bangsa, dari narkoba hingga stunting. Butuh waktu untuk membenahi warisan carut-marut,” ujarnya.

Sebaliknya, kritikus seperti Feri menuntut transparansi dan kesiapan matang sebelum program diluncurkan: “Jangan trial error dengan dana triliunan. Rakyat bukan kelinci percobaan.”

Jalan Tengah: Kolaborasi atau Intervensi?

Forum ini mengerucut pada tiga rekomendasi:

  1. Komunikasi pemerintah harus satu pintu untuk hindari simpang siur informasi.
  2. Kritik harus diterima sebagai vitamin, bukan dianggap sebagai ancaman.
  3. Mantan presiden perlu memberi ruang bagi kepemimpinan baru, tanpa intervensi berlebihan.

Diskusi ini menggarisbawahi bahwa “Indonesia Cerah” hanya mungkin terwujud jika pemerintah mampu menyeimbangkan kecepatan program dengan kesiapan infrastruktur, serta membuka diri terhadap kritik. Tantangan terbesar Prabowo bukan hanya menjalankan Asta Cita, tapi juga memastikan anak buahnya tidak justru menjadi batu sandungan.

“Matahari tidak boleh kembar. Jika ingin bersinar, jadilah bulan,” Feri mengingatkan pentingnya konsistensi kepemimpinan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Juga

Pendidikan Militer Bukan Solusi untuk Anak “Nakal” di Jawa Barat

19 Mei 2025 - 17:07 WIB

Harga Emas Hari Ini Naik Rp23.000

19 Mei 2025 - 12:08 WIB

Jaksa Agung dari TNI Dimungkinkan Ditunjuk Presiden Prabowo, Kata Amir Hamzah

19 Mei 2025 - 10:46 WIB

Populer KORUPSI