Menu

Mode Gelap
Syamsudin Wahid Ajak Masyarakat Terus Perjuangkan Reformasi Agraria Satu Orang Satu Akun Medsos Upaya Tertibkan Buzzer atau Pembatasan Kebebasan Berekspresi? Kolaborasi GAC AION dan Grab Kampanyekan Edukasi Keselamatan Berkendara Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Selasa Menguat IHSG BEI Selasa Menguat Prabowo di Konferensi Penyelesaian Damai atas Masalah Palestina

POLITIK

Satu Orang Satu Akun Medsos Upaya Tertibkan Buzzer atau Pembatasan Kebebasan Berekspresi?

badge-check


					Foto: dok. ist Perbesar

Foto: dok. ist

INAnews.co.id, Jakarta– Usulan sejumlah anggota DPR untuk membatasi setiap warga negara hanya boleh memiliki satu akun di media sosial menuai perdebatan. Kebijakan yang diklaim bertujuan menciptakan “ruang digital yang sehat” ini dinilai pengamat politik berpotensi membatasi kebebasan berekspresi di era demokrasi.

Pengamat politik Adi Prayitno menyoroti dilema kebijakan tersebut dalam analisisnya. “Di satu sisi kita sepakat perlu menertibkan akun-akun anonim yang menimbulkan kontroversi, tapi jangan sampai usulan ini justru membatasi kebebasan berpendapat dan berekspresi,” ujarnya di channel YouTube-nya yang diunggah Senin.

Prayitno mengakui realitas digital Indonesia saat ini dipenuhi akun-akun dengan follower besar namun identitas tidak jelas. “Begitu banyak akun di media sosial yang followersnya banyak, tapi ketika dicek siapa pemiliknya, organisasinya apa, sulit untuk dilacak,” katanya.

Fenomena ini memang mengkhawatirkan. Akun-akun anonim dengan engagement tinggi kerap menyebarkan informasi simpang siur yang memantik perdebatan berkepanjangan. Lebih buruk lagi, tidak ada mekanisme untuk memverifikasi kredibilitas atau meminta pertanggungjawaban dari pemilik akun.

Prayitno menjelaskan konsep “buzzer” sebagai individu atau kelompok yang aktif di media sosial untuk mempengaruhi opini publik. “Buzzer ini bisa bersifat baik untuk memberikan apresiasi, tapi ada juga yang negatif tujuannya merusak kredibilitas pihak tertentu,” ungkapnya.

Yang mengkhawatirkan adalah fenomena “bandwagon effect” di Indonesia, di mana masyarakat cenderung mengikuti narasi yang sering diulang tanpa verifikasi. “Kebenaran yang diciptakan di ruang maya bisa menjadi ‘kebenaran’ bagi publik, padahal belum tentu sesuai fakta,” kritik Prayitno.

Alih-alih membatasi jumlah akun, Prayitno mengusulkan pendekatan berbeda. “Satu orang boleh punya lebih dari satu akun, yang penting teridentifikasi jelas namanya siapa, pekerjaannya apa, domisilinya di mana,” terangnya.

Kunci utama menurut Prayitno adalah penguatan verifikasi identitas saat pembuatan akun dan peningkatan literasi digital masyarakat. “Rakyat kita harus diberikan edukasi untuk menyaring informasi, tidak membabi buta menerima apapun yang sampai ke media sosialnya,” tegasnya.

Usulan DPR ini menghadapi dilema fundamental antara ketertiban digital dan kebebasan demokratis. Di era di mana media sosial menjadi ruang utama diskusi publik, pembatasan akses bisa kontraproduktif dengan semangat keterbukaan informasi.

Pertanyaan kritisnya: apakah membatasi jumlah akun benar-benar efektif mengatasi masalah disinformasi, ataukah justru membuka celah bagi otoritas untuk mengontrol ruang digital? Jawabannya bergantung pada bagaimana kebijakan ini diimplementasikan dan seberapa kuat jaminan perlindungan hak-hak digital warga negara.

Yang jelas, tanpa disertai peningkatan literasi digital dan penguatan verifikasi identitas, kebijakan pembatasan akun hanya akan menjadi solusi parsial yang berpotensi mencederai kebebasan berekspresi dalam demokrasi digital Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Juga

Syamsudin Wahid Ajak Masyarakat Terus Perjuangkan Reformasi Agraria

25 September 2025 - 10:20 WIB

Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Selasa Menguat

23 September 2025 - 11:20 WIB

Rupiah tertekan mendekati Rp15.200 per Dolar. (istimewa)

IHSG BEI Selasa Menguat

23 September 2025 - 11:15 WIB

IHSG dalam pekan ini diperkirakan masih akan tertekan oleh sejumlah sentimen. (Al Sattar/ foto Istimewa).
Populer INDAG