INAnews.co.id, BUTON TENGAH — Polemik serius menyelimuti Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buton Tengah (Buteng), Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).
Sebelumnya, Aliansi Pemuda Mahasiswa dan Masyarakat Kepulauan Buton (APMM Kepton) menduga adanya penyalahgunaan wewenang dan potensi cacat hukum dalam pelaksanaan pergeseran anggaran yang dilakukan oleh Pelaksana Harian (PLH) Sekretaris Daerah (Sekda), Syamsuddin Pamone.
Dugaan pelanggaran ini pertama kali mencuat dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi I DPRD Buton Tengah, APMM Kepton, dan perwakilan Pemerintah Kabupaten Buteng pada Senin (27/10/2025).
Dalam forum tersebut, APMM Kepton menyoroti adanya kebijakan keuangan yang dinilai melampaui kewenangan PLH Sekda dan berpotensi melanggar aturan hukum administrasi negara.
Meskipun klarifikasi dari pemerintah daerah telah disampaikan, APMM Kepton menilai persoalan masih jauh dari kata tuntas.
Sehari setelah RDP tersebut, APMM Kepton secara resmi melayangkan laporan dugaan tindak pidana korupsi dan manipulasi dokumen ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Buton pada Selasa (28/10/2025).
Laporan bernomor 045-eks/APMM.KB/X/2025 itu disertai tiga dokumen bukti yang menyoroti dugaan penyalahgunaan wewenang dalam penunjukan Pengguna Anggaran (PA) dan pelimpahan kewenangan strategis oleh Bupati Buton Tengah kepada pejabat PLH Sekda.
Dijelaskan, APMM Kepton menemukan cacat prosedur serius dalam dua Surat Keputusan (SK) yang diterbitkan Bupati Buton Tengah.
Pada 21 April 2025, Bupati menerbitkan SK No. 253 Tahun 2025 tentang pelimpahan kewenangan pengguna anggaran (PA) kepada Ir. I. Syamsuddin Pamone, ST, MT.
Namun, SK PLH Sekda baru terbit pada 5 Mei 2025, dengan nomor 279 Tahun 2025, atas nama La Ode Syamsuddin, dua nama berbeda dengan NIP yang sama.
Perbedaan tersebut menimbulkan dugaan adanya manipulasi data otentik untuk melegalkan tindakan administratif dan keuangan yang dilakukan selama masa jabatan PLH Sekda.
“Ini bukan sekadar kesalahan penulisan. Ada indikasi kuat upaya manipulasi dokumen resmi untuk melegitimasi tindakan keuangan yang tidak sah,” tegas Sarman, Ketua APMM Kepton.
Selain dugaan manipulasi SK, APMM Kepton juga menyoroti tindakan PLH Sekda yang pada 15 Mei 2025 tetap menyetujui Dokumen Pergeseran Pelaksanaan Anggaran (DPPA) Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Padahal, status PLH tidak memiliki kewenangan mengambil keputusan strategis terkait perubahan alokasi anggaran, sebagaimana diatur dalam PermenPANRB No. 22 Tahun 2021 dan SE BKN No. 1/SE/I/2021. APMM Kepton juga menduga selain DPPA Dinas Perindustrian dan Perdagangan, PLH Sekda juga melakukan hal yang sama di seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang ada di Buton Tengah.
Laporan tersebut menyebut Bupati Buton Tengah diduga turut serta dalam perbuatan melawan hukum, sebagaimana diatur dalam Pasal 55 KUHP, karena menerbitkan pelimpahan kewenangan sebelum pejabat bersangkutan resmi menjabat PLH Sekda.
APMM Kepton juga mendesak aparat penegak hukum, khususnya KPK dan Kejaksaan RI, untuk segera melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap dugaan penyalahgunaan wewenang, pemalsuan surat, dan pelanggaran Undang-Undang Administrasi Pemerintahan.
Organisasi itu juga meminta dilakukan audit investigatif terhadap seluruh dokumen keuangan yang ditandatangani selama masa PLH Sekda menjabat.
“Kami berharap Kejaksaan dan KPK bergerak cepat. Ini bukan hanya persoalan anggaran, tapi soal integritas dan moralitas birokrasi daerah,” kata Sarman.
Diketahui, Tembusan laporan tersebut ditujukan ke Gubernur Sulawesi Tenggara, Kejaksaan Tinggi Sultra, Mendagri, Menpan RB, BPK RI, Ombudsman RI.
Kasus ini menambah panjang daftar persoalan tata kelola pemerintahan di Buton Tengah. Meski pemerintah daerah telah memberikan klarifikasi, APMM Kepton menilai transparansi dan akuntabilitas birokrasi Buton Tengah kini berada di ujung tanduk.
“Buton Tengah tidak boleh dibiarkan menjadi contoh buruk administrasi pemerintahan. Penegakan hukum harus berjalan, dan publik berhak tahu kebenarannya,” tutup Sarman.
Editor: Alan Mustajab






