Menu

Mode Gelap
Pembagian Penguasaan Anggaran Pusat dan Daerah Tidak Seimbang ASPEK Indonesia Usulkan Upah Minimum 7 Juta Elit NasDem Ini Akan Loncat ke PSI 10 November? CWIG Ucapkan Selamat Ulang Tahun untuk Presiden Prabowo BPJPH Engagement Rate Tertinggi di Medsos Hasil Riset Digital Public Perception 2025 Proyek Jalan Airmadidi Amburadul: Beton Rontok Ditekan Jari, Pekerja Ungkap Perintah Atasan, Satker Bungkam, Korupsi Menganga?

INDAG

INKOPPAS Dukung Penggabungan Bulog-Bapanas Asal tak Sekadar Regulator

badge-check


					Foto: Andrian Lame Muhar, dok. ist Perbesar

Foto: Andrian Lame Muhar, dok. ist

INAnews.co.id, Jakarta– Sekretaris Umum Induk Koperasi Pedagang Pasar (Sekum INKOPPAS) Andrian Lame Muhar menyatakan dukungannya terhadap wacana penggabungan Badan Pangan Nasional (Bapanas) dengan Bulog, namun dengan syarat tegas: badan baru tersebut harus menjadi eksekutor, bukan sekadar pembuat regulasi seperti saat ini.

“Kalau hanya digabung lalu cuma jadi regulator lagi, itu sama saja menambah orang duduk di atas meja tanpa ada eksekutornya,” ujar Andrian dengan tegas menjawab pertanyaan awak media di Jakarta, Kamis (16/10/2025).

Nostalgia Kejayaan Bulog Era 1990-an

Lame mengenang masa kejayaan kerja sama INKOPPAS dengan Bulog di era 1990-an yang dinilai sangat efektif menstabilkan harga pangan. Ia menceritakan pengalaman tahun 1998 ketika harga minyak goreng melonjak tinggi.

“Saat itu Bulog langsung menyalurkan minyak goreng melalui koperasi pedagang pasar. Kami membanjiri pasar tanpa berpikir profit oriented. Hasilnya, harga turun menjadi Rp4.500,” kenangnya.

Keunggulan Bulog era Presiden Soeharto, menurut Lame, terletak pada kewenangannya sebagai lembaga setingkat menteri non-departemen yang berada langsung di bawah Presiden. Bulog tidak hanya membuat regulasi, tetapi juga bisa mengeksekusi dengan cepat—mengimpor, menyerap hasil panen petani, hingga mendistribusikan ke pasar dalam hitungan jam.

“Pak Presiden Soeharto saat itu bahkan bisa menyebutkan di berita: harga minyak hari ini sekian, harga cabai hari ini sekian. Dan harga itu tepat sesuai dengan harga di pasar,” ujarnya membandingkan.

Letter of Intent IMF: Awal Kemunduran Bulog

Lame menyoroti perubahan drastis Bulog pasca krisis moneter 1997-1998. Menurutnya, Letter of Intent dari IMF yang diterima Indonesia saat itu justru melemahkan kekuatan Bulog.

“IMF meminta supaya Bulog tidak terlalu super power. Akhirnya pada 2003, Bulog menjadi BLU, menjadi BUMN yang harus profit oriented,” jelasnya.

Perubahan status ini, lanjut Lame, membuat Indonesia setengah menjadi negara liberalis yang membiarkan harga pangan bebas mengikuti pasar. Akibatnya, muncul kartelisasi dan harga pangan tak terkendali sejak 2003 hingga sekarang.

Tumpang Tindih Kewenangan Saat Ini

Lame mengkritik struktur penanganan pangan saat ini yang dinilai tumpang tindih dan tidak efisien. Bapanas harus berkoordinasi dengan berbagai kementerian untuk membuat regulasi yang memakan waktu lama, baru kemudian eksekusinya diserahkan ke Bulog yang berada di bawah Kementerian BUMN.

“Bulog sekarang harus profit oriented. Ketika Presiden minta harga beras Rp8.000, Bulog berpikir: ‘Kalau kita jual segitu, kita tekor. Ke pedagang pasar, suruh bayar duluan deh.’ Akhirnya bukan penugasan, tapi berbisnis biasa,” kritiknya.

Ia mencontohkan penyaluran beras SPHP yang mengharuskan pedagang pasar membayar Cash Before Delivery (CBD). “Belum sempat barang sampai ke masyarakat, pedagang pasar sudah harus keluar uang duluan. Ini bukan penugasan pemerintah, ini penugasan pedagang pasar,” tegasnya.

Operasi Pasar yang Salah Sasaran

INKOPPAS juga menyoroti operasi pasar Bulog yang dinilai tidak tepat sasaran. Menurut Lame, operasi pasar saat ini dilakukan di kantor kecamatan, padahal masyarakat mencari bahan pangan di pasar tradisional.

“Banyak masyarakat tidak tahu ada operasi pasar di kecamatan, sehingga tidak efektif. Harusnya seperti tahun 1990-an, barang langsung didrop ke pasar-pasar rakyat, pedagang menjual secara masif, dan masyarakat bisa menikmati pangan murah,” paparnya.

Satgas Pangan: Punisher tanpa Solusi

Terkait peran Satgas Pangan, Lame menilai mereka hanya berperan sebagai “punisher” atau penghukum, bukan pemberi solusi. Ia memberikan ilustrasi kasus bawang merah yang harganya naik karena panen gagal.

“Kalau Satgas Pangan langsung menindak pedagang yang jual mahal, petani dan pedagang akan takut dan tidak jual. Akibatnya barang makin langka,” jelasnya.

Menurutnya, Satgas Pangan hanya efektif untuk komoditas yang mendapat penugasan dan subsidi pemerintah seperti beras SPHP, bukan untuk komoditas yang harganya bergerak mengikuti mekanisme pasar.

Besarnya INKOPPAS karena Bulog

Lame mengungkapkan bahwa INKOPAS tumbuh besar justru karena kerja sama dengan Bulog era 1990-an. “Tahun 1998 kalau ada masalah, pasti Bulog kontak kami untuk menyalurkan. Kami besar berkat Bulog,” akunya.

Namun sejak Bulog menjadi BUMN yang profit oriented, koperasi tidak bisa bergerak karena tidak ada lagi penugasan pemerintah dengan harga terkontrol. “Semuanya ikut harga pasar, tidak ada intervensi pemerintah untuk harga harus turun sekian,” keluhnya.

Harapan pada Presiden Prabowo

INKOPPAS sangat mengapresiasi jika Presiden Prabowo Subianto benar-benar mengembalikan fungsi Bulog seperti era 1990-an. “Saya harapkan Pak Presiden berpikir hal yang sama karena beliau sangat mengerti di saat itu. Ini langkah bagus untuk mereformasi kembali keadaan Bulog,” ujarnya.

Lame menegaskan, penggabungan hanya akan bermanfaat jika badan baru tersebut bisa mengeksekusi langsung, bukan hanya membuat regulasi. “Fungsi Bulog tahun 1990-an itu harus ada—bisa mengimpor sendiri, menentukan harga, dan langsung distribusi ke pasar. Bukan cuma regulasi tanpa eksekusi,” tegasnya.

Ia menutup dengan peringatan: “Kalau cuma digabung lalu seperti Bapanas sekarang yang cuma bikin regulasi, percuma. Masalah pangan naik tidak bisa dieksekusi dengan regulasi doang. Harus ada eksekutornya!”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Juga

Pembagian Penguasaan Anggaran Pusat dan Daerah Tidak Seimbang

20 Oktober 2025 - 07:54 WIB

ASPEK Indonesia Usulkan Upah Minimum 7 Juta

20 Oktober 2025 - 06:48 WIB

Elit NasDem Ini Akan Loncat ke PSI 10 November?

20 Oktober 2025 - 05:45 WIB

Populer NASIONAL