INAnews.co.id, Jakarta– Putusan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI yang menyatakan tiga anggotanya, Ahmad Sahroni, Eko Patrio, dan Nafa Urbach, melanggar kode etik dan menjatuhkan sanksi nonaktif menjadi sorotan tajam. Pengamat politik Adi Prayitno menilai sanksi ini harus menjadi ‘pelajaran pahit’ bagi seluruh wakil rakyat agar tidak lagi melukai perasaan publik dengan ucapan dan perilaku politik mereka.
Tiga anggota DPR tersebut divonis melanggar kode etik menyusul kontroversi dan polemik yang timbul dari pernyataan dan perilaku yang dinilai memicu amarah publik, puncaknya dengan demonstrasi besar-besaran pada akhir Agustus.
Sanksi Nonaktif Anggota Dewan: Bukti Jarak Lebar antara Pejabat dan Rakyat
Berdasarkan putusan MKD, Ahmad Sahroni dinonaktifkan selama 6 bulan, Eko Patrio 4 bulan, dan Nafa Urbach 3 bulan. Sementara dua anggota lainnya, Uya Kuya dan Adis Kadir, dinyatakan tidak melanggar kode etik dan tetap aktif.
Prayitno, dalam komentarnya di kanal YouTube, Selasa, menekankan bahwa kasus ini harus dilihat sebagai “pelajaran penting (lesson learned)” yang tak boleh terulang. Ia menggarisbawahi konteks kemarahan publik yang dipicu oleh kontras antara penderitaan rakyat dan sikap anggota dewan.
“Rakyat itu bukan benalu. Rakyat itu bukan sesuatu yang layak untuk dimarahi,” tegas Prayitno. Ia mengingatkan bahwa banyak anggota dewan sering bicara atas nama rakyat tetapi ketika rakyat memprotes kesulitan hidup (seperti PHK dan kesulitan ekonomi), mereka merespons dengan nada yang menyakitkan.
Konteks kasus ini adalah ketika rakyat sedang berjuang keras melawan kesulitan ekonomi, namun di saat yang sama, anggota dewan justru mendapatkan tunjangan yang berlipat ganda, menciptakan “jurang yang semakin lebar”.
Sorotan Kinerja: Saatnya DPR Memperbaiki Citra Lembaga
Meskipun menghormati putusan final MKD sebagai keniscayaan demokrasi, Adi Prayitno menyerukan agar para wakil rakyat segera berbenah. Menurutnya, citra DPR secara kelembagaan masih jauh dari memuaskan.
Rapor Merah Institusi: DPR masih menjadi salah satu lembaga politik yang mendapat ‘rapor merah’ dalam persepsi dan survei publik.
Aspirasi Tak Tersampaikan: Kinerja yang tidak maksimal, target undang-undang prioritas yang tidak tercapai, dan aspirasi masyarakat yang tidak tersampaikan dengan baik menjadi masalah kronis.
Prayitno mendesak anggota dewan untuk responsif dan menjemput bola dalam menyelesaikan persoalan rakyat, seperti kemiskinan, pengangguran, dan akses pendidikan.
“Jangan nunggu rakyat marah, jangan nunggu masyarakat itu protes, jangan nunggu rakyat itu kemudian melakukan demonstrasi… Dewan harus hadir dalam konteks itu. Hadir dengan membawa solusi, bukan justru membawa masalah yang justru melukai perasaan rakyat,” kritiknya.
Kasus pelanggaran kode etik ini diharapkan menjadi momentum bagi seluruh anggota dewan untuk menunjukkan kinerja yang terukur, bermanfaat, dan mencerminkan keberpihakan sejati kepada masyarakat, demi membangun demokrasi yang sehat.






