Menu

Mode Gelap
KPA Desak Pembentukan Badan Pelaksana Reforma Agraria HTN 2025, Partai Buruh Desak Pelaksanaan Reforma Agraria Sejati IKN Jadi Ibu Kota Politik: Pemerataan atau Sekadar Perpindahan Fisik? Rupiah Kamis Melemah Harga Emas Antam Kamis Turun Tipis IHSG BEI Kamis Menguat

NASIONAL

KPA Desak Pembentukan Badan Pelaksana Reforma Agraria

badge-check


					Foto: dok. ist Perbesar

Foto: dok. ist

INAnews.co.id, Jakarta– Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) berhasil memaksa pemerintah dan DPR untuk menyetujui pembentukan Badan Pelaksana Reforma Agraria yang langsung bertanggung jawab kepada Presiden, setelah bertahun-tahun reforma agraria berjalan tanpa arah yang jelas.

Dalam rapat dengar pendapat umum di gedung DPR RI yang dihadiri sekitar 100 perwakilan petani dari Jawa Barat dan Banten, Sekretaris Jenderal KPA Dewi Kartika menyampaikan bahwa pertemuan tersebut membuahkan tiga keputusan penting yang selama ini dituntut gerakan tani.

“Alhamdulillah, akhirnya apa yang menjadi prasyarat kita untuk bisa bertemu dipenuhi 100 persen,” kata Dewi Kartika kepada massa petani setelah pertemuan dengan pimpinan DPR, Rabu.

Pertemuan tersebut dihadiri oleh tiga Wakil Ketua DPR RI yaitu Sufmi Ahmad Dasco, Saad Mustofa, dan Cucun Ahmad Syamsurijal. Dewi menekankan bahwa kehadiran pimpinan DPR, bukan sekedar anggota, menjadi salah satu syarat yang harus dipenuhi sebelum KPA bersedia masuk ke gedung Senayan.

Lebih signifikan lagi, seluruh menteri yang bertanggung jawab terhadap lambatnya pelaksanaan reforma agraria turut hadir, termasuk Menteri Agraria dan Tata Ruang, Menteri Kehutanan, Menteri Desa, PLT Menteri BUMN, serta Kepala Kantor Staf Presiden.

Kehadiran Menteri Pariwisata pun dinilai relevan mengingat banyaknya konflik agraria yang terjadi akibat proyek pariwisata premium seperti di Labuhan Bajo, Pulau Komodo, dan Danau Toba yang merampas tanah masyarakat adat dan petani.

Selain Badan Pelaksana Reforma Agraria, pimpinan DPR juga menyetujui pembentukan Panitia Khusus (Pansus) penyelesaian konflik agraria yang bersifat lintas komisi untuk mengawasi kinerja menteri-menteri terkait.

“Tadi pimpinan DPR di depan seluruh menteri menyetujui dibentuknya Pansus penyelesaian konflik agraria yang akan bertugas memonitoring dan mengawasi kinerja menteri-menteri terkait,” ungkap Dewi.

Pansus ini dinilai penting karena reforma agraria membutuhkan koordinasi lintas kementerian yang selama ini tidak berjalan efektif.

Keputusan ketiga yang tidak kalah penting adalah pengakuan terhadap peta rakyat yang selama ini dibuat oleh serikat tani, serikat nelayan, dan masyarakat adat melalui pemetaan partisipatif.

“Tidak boleh ada lagi alasan bahwa tumpang tindih konsesi tambang, sawit, perkebunan, HGU, BUMN tidak melihat bahwa di situ ada rakyat,” tegas Dewi.

Selama ini, kebijakan satu peta hanya mengkonsolidasikan peta-peta kementerian dan lembaga, namun mengabaikan eksistensi masyarakat yang telah mendiami wilayah tersebut turun-temurun.

Dalam pidatonya, Dewi mengkritik keras konsep penguasaan tanah negara yang selama ini dianggap sebagai hak mutlak pemerintah. Menurutnya, konsep “tanah negara domain” yang menganggap tanah negara adalah milik pemerintah merupakan kesalahan total.

“Yang punya tanah negara adalah rakyat dan peruntukannya untuk rakyat,” tegasnya.

KPA juga menyoroti berbagai penyimpangan pengelolaan tanah negara, termasuk penjualan tanah HGU yang sudah habis masa berlakunya oleh PTPN dan Perhutani tanpa ada pengawasan yang memadai.

Sembilan Tuntutan Perbaikan Struktural

KPA menyampaikan 24 masalah struktural agraria beserta sembilan tuntutan perbaikan yang harus segera dilaksanakan:

1. Pelaksanaan Reforma Agraria Sesungguhnya

Presiden dan DPR harus segera menjalankan reforma agraria dengan fokus redistribusi tanah kepada rakyat, penyelesaian konflik agraria, dan pengembangan ekonomi sosial rakyat sesuai Undang-Undang Pokok Agraria.

2. Percepatan Penyelesaian Konflik

Pemerintah diminta mempercepat penyelesaian konflik agraria di 1,76 juta hektar lokasi prioritas reforma agraria, menertibkan 7,3 juta hektar tanah terlantar, dan mendistribusikan 26,8 juta hektar tanah yang dimonopoli termasuk tanah yang diklaim PTPN, Perhutani, dan kawasan hutan negara.

3. Pembentukan Badan Pelaksana

Membentuk badan pelaksana reforma agraria yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden untuk mewujudkan mandat Pasal 33 UUD 1945.

4. Pengesahan UU Reforma Agraria

DPR dan Presiden bersama masyarakat sipil harus segera menyusun RUU Reforma Agraria sebagai panduan nasional dan mencabut UU Cipta Kerja yang melegalkan pelepasan tanah.

5. Pemenuhan Hak Perumahan

Memenuhi hak atas perumahan layak bagi petani, nelayan, buruh, dan masyarakat miskin kota, serta menjamin hak atas tanah bagi perempuan.

6. Penghentian Kriminalisasi

Polri dan TNI harus menghentikan represivitas di wilayah konflik agraria dan membebaskan petani, masyarakat adat, serta aktivis yang dikriminalisasi.

7. Moratorium Izin Konsesi

Membekukan badan bank tanah dan menghentikan penerbitan izin konsesi perkebunan, kehutanan, tambang, serta proyek strategis nasional lainnya.

8. Prioritas APBN untuk Reforma Agraria

Memprioritaskan APBN dan APBD untuk redistribusi tanah, infrastruktur pertanian, subsidi pupuk, dan pengembangan badan usaha milik petani.

9. Industrialisasi Pertanian Kerakyatan

Mendukung industrialisasi pertanian yang dimiliki secara gotong royong oleh petani dan nelayan dalam model ekonomi kerakyatan.

Pengawalan Komitmen Pemerintah

Meski ketiga keputusan penting telah disepakati, Dewi menekankan bahwa gerakan tani tidak boleh terlena dan harus terus mengawal implementasinya.

“Kita pastikan, kita tandai mana menteri-menteri yang tidak patuh pada keputusan peringatan Hari Tani Nasional yang baru saja dilakukan,” katanya sambil meminta dukungan massa untuk terus mengawasi kinerja pemerintah.

KPA juga mengapresiasi dukungan dari berbagai elemen gerakan rakyat, termasuk Gebrak, KASBI, KPPI, gerakan mahasiswa, Greenpeace, dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara yang turut memperjuangkan reforma agraria.

Keberhasilan KPA memaksa pemerintah dan DPR untuk menyetujui tuntutan-tuntutan tersebut menunjukkan bahwa tekanan gerakan rakyat yang terorganisir masih menjadi satu-satunya cara efektif untuk mendorong perubahan kebijakan, setelah bertahun-tahun reforma agraria berjalan tanpa kemajuan berarti.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Juga

HTN 2025, Partai Buruh Desak Pelaksanaan Reforma Agraria Sejati

25 September 2025 - 11:43 WIB

IKN Jadi Ibu Kota Politik: Pemerataan atau Sekadar Perpindahan Fisik?

25 September 2025 - 11:41 WIB

Rupiah Kamis Melemah

25 September 2025 - 11:14 WIB

Populer KEUANGAN