INAnews.co.id, Jakarta– Pembina Indonesia Global Peace Convoy (Pembina IGPC) Ustaz Bachtiar Nasir (UBN) mengungkapkan kondisi terkini rombongan Global Sumud Flotilla yang kini berada di zona kuning menuju Gaza. Meski telah mengalami serangkaian intimidasi serangan drone, semangat relawan justru tidak surut.
“Alhamdulillah sekarang kapal sudah di zona kuning. Sebetulnya ketika dalam kondisi seperti ini, saya pribadi dan teman-teman sebetulnya dalam kondisi yang gelisah,” ujar UBN dalam konferensi pers ‘Mengawal Global Sumud Flotilla’, Selasa (30/9/2025), di Jakarta.
Ia menjelaskan kegelisahan tersebut bukan karena takut, melainkan karena kepedulian terhadap teman-teman yang sudah berlatih bersama dan menjalin kerja sama erat di atas kapal. “Ketika sudah masuk zona ini, teman-teman itu sebagian perasaannya seperti yang sudah dipersiapkan jiwanya. Ini suasana genting dan segala kemungkinan bisa terjadi,” jelasnya.
UBN mengingatkan bahwa zona kuning hanyalah awal dari perjalanan berbahaya. Zona merah yang berada di perairan Gaza, antara Mesir dan Cyprus, akan menjadi ujian sesungguhnya.
“Harusnya kalau zona merah, Israel itu tidak ada ampun. Tidak ada ampun kecuali memang yang punya kekuatan politik besar,” tegasnya. Ia menambahkan bahwa kondisinya sangat tidak menentu, tergantung “mood Netanyahu yang tidak bisa ditebak, sama seperti Trump.”
Menanggapi pertanyaan masyarakat tentang ukuran kapal yang relatif kecil, UBN menegaskan bahwa misi utama bukanlah membawa bantuan dalam jumlah besar.
“Target kita sebetulnya di kampanye-nya, bukan muatan berapa besarnya. Jadi kapal ini lebih kepada kampanye untuk menembus jalur koridor kemanusiaan,” jelasnya.
Setiap kapal hanya membawa maksimal 30 orang dengan logistik terbatas. Kapal-kapal yang dibeli pun kebanyakan second dengan harga sekitar 100.000 dollar AS atau sekitar Rp1,6 miliar, sudah termasuk biaya nakoda, logistik, dan bantuan.
Rombongan telah menghadapi berbagai serangan sejak berangkat dari Barcelona. “Masuk perairan Tunisia, dihajar. Besoknya Qatar dihajar. Kemudian lusa kapal yang sedang bersandar di pelabuhan itu dihajar lagi lewat drone yang diterbangkan dari pangkalan militer Amerika di Angkatan Lautnya di Sicilia,” papar UBN berdasarkan informasi dari Tunisia.
Namun situasi tersebut justru tidak membuat surut. “Teman-teman Indonesia yang 30 orang itu sebetulnya sejujurnya yang tidak kesampaian, kita kesel juga,” ungkapnya.
Dari 30 relawan Indonesia yang disiapkan, 23 orang kini tetap standby di Tunisia menunggu kesempatan untuk berangkat. “Situasi jika memang tidak ada yang naik, kita sudah standby. Dari 30 orang, 23 itu standby tetap di sana sampai semuanya berangkat,” kata UBN.
Mereka berharap bisa mendapat kapal pengganti, meskipun banyak kapal yang rusak. Namun ia mengakui kemungkinan untuk berangkat cukup kecil mengingat keterbatasan kapal yang tersedia.
Harapan kepada Pemerintah Indonesia
Terkait dukungan pemerintah, UBN menyebutkan bahwa Kementerian Luar Negeri sudah menghubungi kedutaan-kedutaan besar di negara yang dilalui kapal-kapal flotilla.
“Indonesia sudah duluan mengirim kapal rumah sakit, kapal perang yang dipoles kemudian dicat putih, yang merapat di Mesir membawa bantuan logistik. Indonesia sebetulnya sudah lebih bagus ke depan,” ujarnya.
Namun ia berharap Presiden juga bersuara mengawal misi kemanusiaan ini, meskipun memahami bahwa presiden baru saja pulang dari PBB dengan beban kerja yang cukup tinggi.