Menu

Mode Gelap
Program Studi Hubungan Internasional Universitas Moestopo Jajaki Kerja Sama Akademik dengan Kedutaan Besar Ekuador Persatuan Guru Besar Indonesia Bentuk Satgas Lingkungan Berkelanjutan Komitmen Perlindungan HAM Perempuan Belum Prioritas Utama Pemerintahan Prabowo Pengamat: Kritik Kebijakan Boleh, Serang Personal Bisa Berurusan Hukum Terima Upeti Rp30 Juta, Anggota DPRD Bolsel Tantang Wartawan, Malah Kicep Saat Diperlihatkan Bukti, Masyarakat Geram, NasDem & PDIP Diminta PAW Pemkab Taliabu Luncurkan Program Tamasya Merdeka

PENDIDIKAN

Asia Tenggara Masih Rawan Bajak Laut, Ini Solusi dari Akademisi Universitas Moestopo

badge-check


					Dosen FISIP Universitas Moestopo, Dr. Ryantori / Foto: Dok UPDM (B) Perbesar

Dosen FISIP Universitas Moestopo, Dr. Ryantori / Foto: Dok UPDM (B)

JAKARTA, INAnews – Laut di Asia Tenggara merupakan salah satu lautan paling berbahaya di dunia yang menarik minat bajak laut untuk melakukan kejahatan.

Menurut dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama), Dr. Ryantori, kasus bajak laut di Asia Tenggara adalah kasus khusus. Hal tersebut dipaparkan pada konferensi internasional di Hanoi Law University, Vietnam bertajuk Cooperarion between Vietnam and Southeast Asian Countries in the Fight against Crime.

Pada awal abad ke-19, Mindanao dan kepulauan Sulu di Filipina menjadi markas para perompak. Dari kedua titik tersebut para bajak laut menjalankan operasi jahatnya di sekitar Maluku, pantai Kalimantan, Sulawesi dan bahkan semenanjung Melayu.

“Lokasi lain yang menjadi markas terletak di pinggiran Pulau Lingga, di Selat Malaka. Di sana, para perompak mengorganisir diri untuk mendominasi lautan Selat Malaka dan mendapatkan keuntungan besar,” ujar Dr. Ryantori.

Ada beberapa penyebab yang menjadi akar tumbuh suburnya pembajakan di Asia Tenggara yakni penangkapan ikan berlebihan dan batas maritim, aturan dan regulasi maritim, kejahatan terorganisir, teroris dan gerilyawan, dan kemiskinan.

Antara tahun 1995 dan 2013, Asia Tenggara menjadi lokasi dari 41% serangan bajak laut dunia.

Sementara Samudera Hindia Barat, yang meliputi Somalia, hanya menyumbang 28%, dan pantai Afrika Barat hanya 18%. Padahal pemberitaan selama ini menyebut pantai Somalia menjadi pantai angker bagi para pelaut dunia.

Pada periode tersebut, 136 pelaut tewas di perairan Asia Tenggara akibat perompakan. Angka ini dua kali jumlah korban yang jatuh di wilayah Afrika Barat dan Tanduk Afrika, tempat Somalia berada.

Di Asia Tenggara pula, lanjut Dr. Ryantori, terdapat dua jenis kelompok perompak yakni perampok laut oportunistik yang terlibat dalam serangan skala kecil dan geng bajak laut terorganisir yang bertanggung jawab atas pembajakan dan serangan bajak laut besar.

“Untuk meminimalisasi kehadiran bajak laut di lautan Asia Tenggara perlu adanya peningkatan kerja sama diantara negara-negara ASEAN, khususnya kerja sama keamanan maritim,” usul Dr. Ryantori yang juga menjabat sebagai Wakil Rektor III Universitas Moestopo.

Untuk lebih mendukung hal tersebut, Dr. Ryantori juga mengusulkan adanya strategi bersama terkait keamanan maritim diantara negara-negara non-ASEAN agar bisa membantu menjaga keamanan kawasan.

“Di luar masalah keamanan, semua negara ASEAN juga harus saling membantu mengembangkan sumber daya alam dan ekonomi dengan harapan jika tingkat ekonomi kawasan meningkat maka tingkat kejahatan akan menurun,” pungkasnya.

Pada tingkat perguruan tinggi, salah satu langkah awal yang bisa dilakukan oleh akademisi di kawasan adalah dengan berbagi pengalaman dan pengetahuan.

Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) sebagai sebuah kampus swasta ternama di Indonesia sangat mendukung kerja sama dan kolaborasi serta berharap kedepannya akan terus menjalin kolaborasi bersama institusi luar negeri sebagai upaya untuk menjadikan Universitas Moestopo sebagai Kampus Kelas Dunia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Juga

Program Studi Hubungan Internasional Universitas Moestopo Jajaki Kerja Sama Akademik dengan Kedutaan Besar Ekuador

25 Oktober 2025 - 00:04 WIB

Program Studi Hubungan Internasional Universitas Moestopo Jajaki Kerja Sama Akademik dengan Kedutaan Besar Ekuador

Persatuan Guru Besar Indonesia Bentuk Satgas Lingkungan Berkelanjutan

24 Oktober 2025 - 23:37 WIB

Persatuan Guru Besar Indonesia Bentuk Satgas Lingkungan Berkelanjutan

Pemkab Taliabu Luncurkan Program Tamasya Merdeka

24 Oktober 2025 - 05:27 WIB

Populer PENDIDIKAN