INAnews.co.id, Jakarta– Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Rasyid Baswedan menekankan pentingnya para dosen untuk terus menjadi pembelajar di era digital yang berubah dengan cepat. Hal ini disampaikan dalam sebuah diskusi yang diunggah melalui akun YouTube pribadinya pada Kamis (10/7/2025).
Dalam kesempatan tersebut, Anies menyampaikan empat poin penting yang harus diperhatikan oleh para dosen dalam menghadapi tantangan abad 21:
1. Menjadi Pembelajar Sejati
Anies menekankan bahwa semua dosen harus menjadi learner yang tidak hanya mampu mempelajari hal baru, tetapi juga melakukan unlearning- melepaskan pengetahuan dan kebiasaan lama yang tidak relevan lagi.
“Learning itu memasukkan unsur di dalamnya adalah unlearning. Unlearning ini mungkin jadi PR kita. Kita dipaksa untuk mau melepaskan, mau melupakan, mau meninggalkan pengetahuan, kebiasaan, pemahaman lama yang sudah tidak relevan,” ujar Anies.
2. Menghadapi Tantangan Teknologi AI
Mengenai ancaman teknologi terhadap profesi dosen, Anies menegaskan bahwa pilihan untuk bisa diganti atau tidak bukan terletak pada teknologi, melainkan pada dosen itu sendiri.
“Bila PowerPoint kita 10 tahun tidak pernah berubah, bila catatan kuliah kita tidak pernah berubah, ah itu bisa diganti mudah sekali. Tapi bila kita selalu memperbaharui, selalu membawa kebaharuan, selalu membawa inspirasi, maka teknologi apapun tidak akan pernah bisa menggantikan dosen itu,” jelasnya.
3. Perspektif Global dan Regional
Anies menekankan pentingnya memasukkan perspektif global dalam proses pembelajaran, mengingat generasi mendatang akan beroperasi di tingkat Asia Tenggara, Asia, dan dunia.
“Kita harus segera menjadi yang punya wilayah Asia Tenggara, yang mewarnai Asia Tenggara, yang mewarnai Asia. Ini membutuhkan materi-materi di perkuliahan kita yang memasukkan percontohan, memasukkan tema-tema yang kaitannya dengan global,” katanya.
4. Pemanfaatan Teknologi Digital
Poin terakhir yang disampaikan Anies adalah keharusan memanfaatkan teknologi digital dalam penyusunan materi kuliah, riset, dan memantik mahasiswa untuk memanfaatkan teknologi digital.
Anies juga menyoroti keunikan ekosistem pendidikan di Bandung yang memiliki sejarah panjang dan pengalaman akumulatif yang sulit digantikan.
“Di dalam institusi pendidikan, yang sangat sulit digantikan itu bukan ranking-ranking di jurnal. Yang paling sulit digantikan adalah masa hidup dari institusi itu,” ungkapnya.
Khusus untuk Universitas Islam Bandung (Unisba), Anies mengingatkan semangat awal pendirian kampus tersebut pada tahun 1958 sebagai kampus perjuangan.
“Ketika ini dimulai semua memandang ini bukan sekadar kampus untuk menghasilkan sarjana, ini kampus untuk menghasilkan pejuang. Pejuang, pembelajar, pembaharu. Jadi semangat itu tidak boleh hilang,” tegas Anies.
Mantan Gubernur DKI Jakarta ini juga mengambil contoh dari Jepang dan Korea Selatan yang berhasil mengejar ketertinggalan melalui pembaruan institusi pendidikan secara serius dalam waktu 50-60 tahun.
Diskusi ini merupakan bagian dari upaya Anies untuk terus berkontribusi dalam dunia pendidikan Indonesia melalui berbagai platform, termasuk media sosial pribadi.