INAnews.co.id, Jakarta– Hari Tani Nasional (HTN) ke-65 menjadi momentum penting bagi gerakan tani Indonesia. Untuk pertama kalinya di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, Partai Buruh dan Serikat Petani Indonesia (SPI) mendesak pelaksanaan reforma agraria sejati dengan menyampaikan enam tuntutan pokok demi kedaulatan pangan dan kesejahteraan petani serta rakyat Indonesia.
Enam tuntutan SPI adalah, pertama, menyelesaikan konflik agraria yang dihadapi anggota SPI maupun petani Indonesia secara menyeluruh, serta menghentikan kekerasan dan kriminalisasi dalam penyelesaian konflik agraria.
Kedua, mengalokasikan tanah yang dikuasai perusahaan perkebunan dan kehutanan sebagai Tanah Objek Reforma Agraria (TORA), termasuk hasil Penertiban Kawasan Hutan (PKH) yang saat ini berjalan.
Ketiga, merevisi Perpres Percepatan Reforma Agraria No. 62 Tahun 2023 agar sejalan dengan agenda kedaulatan pangan dan kesejahteraan petani serta masyarakat desa.
Keempat, merevisi UU Pangan, UU Kehutanan, dan UU Koperasi untuk memperkuat kedaulatan pangan dan koperasi petani, serta mendorong pembentukan UU Masyarakat Adat.
Kelima, negara mencabut UU Cipta Kerja yang terbukti memperparah ketimpangan agraria, memperbesar ketergantungan impor pangan, serta merugikan sektor pekerjaan, pendidikan, dan kesehatan.
Keenam, membentuk Dewan Nasional Reforma Agraria dan Dewan Nasional Kesejahteraan Petani untuk memastikan keberlanjutan dan implementasi kebijakan reforma agraria sejati.
Ketua Umum SPI, Henry Saragih, menegaskan arti penting peringatan HTN 2025. “Reforma agraria sejati sudah tercantum sebagai agenda prioritas dalam Asta Cita. Namun hingga kini, pemerintah belum juga menyusun kebijakan maupun program nyata untuk mengimplementasikannya. Padahal inilah saat yang tepat bagi Presiden Prabowo untuk membuktikan keberanian politiknya,” tegas Henry.
Fakta ketimpangan agraria semakin memperkuat urgensi agenda ini. Data resmi Badan Pertanahan Nasional menunjukkan rasio gini penguasaan tanah mencapai 0,58, sementara jumlah petani gurem terus meningkat. Anggota SPI sendiri menghadapi konflik agraria yang melibatkan 118.792 kepala keluarga dengan luasan 537.062 hektare, berhadapan dengan perusahaan perkebunan, kehutanan, hingga institusi negara.
Sementara itu, Presiden Partai Buruh Said Iqbal menyampaikan, reforma agraria sejati bukan hanya agenda keadilan sosial, tetapi juga strategi ekonomi makro. Distribusi tanah yang adil dan produktif akan memperkuat basis produksi pangan nasional, menekan impor, memperkuat cadangan devisa, dan menjaga stabilitas ekonomi negara.
Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, yang turut hadir dalam aksi ini menyatakan dukungan penuh atas enam tuntutan SPI.
“Partai Buruh berdiri bersama petani dalam menuntut reforma agraria sejati. Janji reforma agraria dalam Asta Cita harus diwujudkan, bukan hanya jargon. Presiden Prabowo memiliki kesempatan bersejarah untuk menunjukkan keberanian politiknya. Tanah untuk petani adalah syarat mutlak bagi kedaulatan pangan dan keadilan sosial,” ujar Said Iqbal.
SPI dan Partai Buruh menegaskan, perjuangan reforma agraria tidak boleh lagi ditunda. Momentum Hari Tani Nasional ke-65 ini harus menjadi awal keberanian pemerintah untuk berpihak pada rakyat, bukan pada oligarki tanah. Reforma agraria sejati adalah jalan menuju kedaulatan pangan, kesejahteraan petani, dan Indonesia yang berdaulat.*