INAnews.co.id, Jakarta – Masyarakat perlu waspada terhadap PT BAT Instrumen Bank Internasional karena perusahaan ini beroperasi tanpa lisensi bank yang sah dan dituduh menjalankan skema investasi bodong. Perusahaan ini juga diduga melakukan penipuan investasi di berbagai negara, termasuk Indonesia, Malaysia, dan Dubai, sejak tahun 2017, melibatkan sosok utama di balik perusahaan yang dikenal dengan berbagai identitas, seperti Datuk Sulaiman, Dato Abdul Rahim Salim, dan Achmad Nur Sulaiman.
Dugaan aktivitas ilegal yang dilakukan oleh PT BAT Instrumen Bank Internasional pasalnya mencantumkan kata “Bank”.
Pada pencantuman kata “Bank” itu diduga kuat belum memiliki izin operasional resmi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maupun Bank Indonesia (BI), sebagaimana diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan.
PT BAT mengklaim diri sebagai perusahaan perbankan yang menyediakan berbagai layanan keuangan seperti Standby Letters of Credit (SBLC), Letters of Credit (LC), Bank Guarantees (BG), penerbitan kartu debit dan kredit, penukaran mata uang, serta pengelolaan aset likuid dan fasilitas overdraft (OD).
Bahkan, perusahaan tersebut juga menyebut mengoperasikan platform perdagangan instrumen keuangan dan komoditas yang melibatkan program penempatan dana pribadi.
Direktur Center for Budget Analysis (CBA) Ucok Sky Khadafi menilai klaim tersebut sangat berbahaya dan berpotensi melanggar hukum.
“Kalau benar PT BAT menjalankan kegiatan seperti bank, menerbitkan LC, SBLC, atau kartu kredit tanpa izin OJK dan BI, maka itu bisa dikategorikan sebagai praktik perbankan ilegal atau bank bodong,” tegas Ucok di Jakarta pada Jumat 10 Oktober 2025.
Ucok menjelaskan, UU Perbankan No. 7 Tahun 1992 jo. UU No. 10 Tahun 1998 dan UU OJK No. 21 Tahun 2011 sudah sangat jelas jika setiap entitas yang melakukan kegiatan perbankan wajib mendapat izin pendirian dan operasional dari OJK dan BI.
“Bank itu berdasarkan peraturan OJK harus memiliki modal disetor minimal Rp10 triliun (POJK No. 12/POJK.03/2021). Penggunaan kata “Bank” tanpa izin resmi bisa dipidana hingga 15 tahun penjara dan denda Rp200 miliar (Pasal 46 ayat 1 UU Perbankan),” jelas Uchok.
Pelanggaran tersebut diatur dalam Pasal 46 UU Perbankan No. 10 Tahun 1998 , UU No. 21 Tahun 2011 tentang OJK dan UU No. 4 Tahun 2023 tentang P2SK (Penguatan & Pengembangan Sektor Keuangan)
Ucok pun mempertanyakan ketegasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam menindak entitas semacam ini.
“Publik sudah berkali-kali melihat pola seperti ini. Perusahaan pakai kata bank, terbitkan surat jaminan, janji deposito dolar, tapi OJK diam saja. Ini yang membuat masyarakat bertanya, apakah OJK masuk angin?” ujarnya dengan nada kecewa.
Menurut Ucok, lemahnya pengawasan OJK justru membuat praktik keuangan ilegal makin marak, mulai dari bank gadungan, investasi bodong, hingga trade finance palsu yang menipu masyarakat dan investor asing.
“Kalau OJK tidak bertindak cepat, citra lembaga pengawas keuangan negara ini akan rusak di mata publik. Jangan tunggu masyarakat jadi korban baru bertindak,” tegasnya.
Ucok mendesak Kepolisian, PPATK, dan OJK untuk segera berkoordinasi melakukan penyelidikan terhadap legalitas dan arus transaksi PT BAT.
“Ini bukan sekadar pelanggaran administratif. Kalau benar ada aktivitas penghimpunan dana tanpa izin, maka bisa dijerat dengan UU Perbankan, UU Tindak Pidana Pencucian Uang, dan UU OJK,” jelasnya.
Ia menambahkan, publik berhak tahu apakah PT BAT benar memiliki izin resmi sebagai bank atau hanya menggunakan baju korporasi untuk menipu kepercayaan masyarakat.
“Negara tidak boleh kalah oleh perusahaan abal-abal. Ini saatnya OJK bersihkan nama baiknya dengan bertindak, bukan diam,” tutup Ucok.