INAnews.co.id, Jakarta– Pelibatan TNI dalam program Food Estate di Papua Selatan telah menyeret institusi militer ke dalam konflik agraria dengan masyarakat adat dan berpotensi memicu pelanggaran HAM.
YLBHI mencatat keterlibatan TNI dalam Food Estate dijustifikasi oleh Kementerian Pertahanan sebagai leading sector untuk mendukung aspek strategis dan pengamanan ketahanan pangan nasional, terutama di wilayah perbatasan.
Ini dilakukan melalui pengerahan prajurit TNI dalam pembukaan lahan khususnya di Provinsi Papua Selatan, yang bersinggungan langsung dengan tanah ulayat masyarakat adat.
“Pelibatan militer ini, karena alasan sekuritisasi pangan, membuat TNI tidak saja semakin menjauh dari fungsinya sebagai alat pertahanan negara, namun juga melibatkan lembaga ini ke dalam konflik-konflik agraria dengan masyarakat adat setempat,” kritik YLBHI dalam siaran persnya, Sabtu (4/10/2025).
Yang lebih berbahaya, ini membuat para prajurit TNI terlibat dalam pelanggaran HAM karena harus mengamankan kepentingan-kepentingan non-militer.
YLBHI mempertanyakan logika sekuritisasi pangan yang berujung pada militerisasi sektor pertanian. “Sekuritisasi pangan tidak berarti TNI harus melakukan produksi pangan itu sendiri.”
Pengalaman food estate di Kalimantan Tengah yang gagal dan tidak jelas kelanjutannya menjadi pembelajaran bahwa pelibatan militer dalam sektor pertanian tidak menjamin keberhasilan program.