Menu

Mode Gelap
AI Hanya Alat Bantu Investasi AI Dimulai dari Manusia AI China Ini Lebih Canggih daripada GPT-5 APTISI Gelar Rembug dan Pelantikan Pengurus Pusat Periode 2025-2030 Indonesia Hanya 5 Persen Populasi yang Aktif Gunakan ChatGPT AI Perparah Penyebaran Hoaks

TEKNO

AI Hanya Alat Bantu

badge-check


					Foto: dok. ist Perbesar

Foto: dok. ist

INAnews.co.id, Jakarta– Anggota DPR RI Mardani Ali Sera mengingatkan bahwa AI hanyalah alat bantu yang tidak boleh dipertuhankan, dan yang terpenting adalah membangun fondasi pendidikan yang kuat terlebih dahulu.

“AI ini janganlah terlalu dipertuhankan. Tetap logika: baca buku, analisa, membangun etika, membangun sosialisasi bersama, dekat dengan alam, menjaga lingkungan. Salah kalau dianggap dia adalah tongkat ajaib yang dapat mengubah nasib. Tidak. Dia adalah alat bantu yang harus kita letakkan sesuai dengan fungsinya,” tegas Mardani dalam Indonesia Leaders Talk, Jumat (14/11/2025).

Politisi PKS ini menjelaskan bahwa pada tahap awal pendidikan, anak-anak tidak perlu terlalu banyak alat bantu teknologi.

“Allah sudah memberikan alat bantu terbaik dengan segala perangkat panca indra, intuisi, akal, lingkungan, masyarakat sekitar. Basis logika ini yang harus diperkuat, dan logika yang diikat dengan etika,” jelasnya.

Mardani membagikan cerita inspiratif dari Jepang tentang seorang anak yang meminta dihukum meski tidak dihukum oleh gurunya.

“Kenapa? ‘Ya, saya memang salah. Saya tidak mampu mengatur diri sendiri dan saya mengganggu yang lain dengan keterlambatan saya. Jadi saya minta dihukum.’ Ini logika yang sangat kuat—betapa bahwa dalam hidup itu memang ada konsekuensi,” katanya.

Ia mengutip prinsip dari konten media sosial yang menurutnya benar. “5 tahun Anda miserable, menderita karena belajar tekun, membuat Anda mudah 50 tahun berikutnya. Tapi 5 tahun yang Anda berleha-leha, tidak disiplin, membuat 50 tahun berikutnya Anda akan sangat miserable,” ujarnya.

Mardani menjelaskan bahwa di Mardani Leadership School (MLS), mereka fokus pada lima pilar: akhlak dan kepemimpinan, bakat dan kewirausahaan, logika dan literasi, inovasi dan kreativitas, serta lingkungan dan konservasi. “Kelimanya itu tidak terlalu memerlukan AI. Fokus aja dulu,” katanya.

Ia menegaskan kapan AI boleh digunakan. “Ketika dia sudah ingin berkembang, ingin berkarya, ingin memendekkan waktu dengan dasar yang sudah kokoh, barulah dia boleh menggunakan AI. Yang dulu saya bikin paper waktu master itu—ambillah 40 sampai 50 paper lain perlu saya baca.

Sekarang dengan AI mudah sekali, tinggal saya masukkan, saya bisa segera dapat with the latest one. Habis itu kita buat connecting the dots-nya. Jadi dia adalah alat bantu,” pungkasnya.

Mardani juga mengkritik ironi penggunaan AI di Indonesia. “Indonesia itu lucu: penggunaan AI terbesar di handphone itu justru yang receh-receh, seperti object remover. Itu yang paling banyak. Dan buat apa yang kayak begituan? Nilai tambahnya tidak tinggi,” kritiknya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Juga

Investasi AI Dimulai dari Manusia

17 November 2025 - 22:49 WIB

AI China Ini Lebih Canggih daripada GPT-5

17 November 2025 - 21:49 WIB

Indonesia Hanya 5 Persen Populasi yang Aktif Gunakan ChatGPT

17 November 2025 - 20:49 WIB

Populer NASIONAL