INAnews.co.id, Jakarta– Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) melontarkan kritik keras terhadap setahun kepemimpinan Presiden dan Wakil Presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Mereka menilai penanganan persoalan hak asasi perempuan, termasuk penghapusan diskriminasi dan kekerasan berbasis gender, belum diletakkan sebagai prioritas utama dalam kebijakan dan alokasi anggaran negara.
Komnas Perempuan mendesak agar komitmen politik (political will) yang tertuang dalam Visi “Bersama Indonesia Maju, Menuju Indonesia Emas 2045” dan janji memperkokoh HAM dalam Asta Cita (delapan prioritas pembangunan) diwujudkan dengan afirmasi khusus bagi perempuan. Hal ini penting untuk mengatasi kesenjangan serius, seperti tingginya Angka Kematian Ibu (4.151 kasus), rendahnya tingkat pendidikan dan ketenagakerjaan perempuan, serta jurang Indeks Ketimpangan Gender (IKG) Indonesia yang berada di peringkat ke-100 dunia pada tahun 2024.
Jomplang Anggaran dan Kebijakan Minim Afirmasi
Dalam paparannya, Komnas Perempuan mencatat bahwa dari sekitar 100 kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintahan Prabowo-Gibran sepanjang 20 Oktober 2024 hingga 20 Oktober 2025 (berupa UU, PP, dan Perpres), hanya 4 kebijakan (0,04%) yang memuat isu perempuan. Dua di antaranya adalah PP No. 29/2025 tentang Dana Bantuan Korban dan PP No. 30/2025 tentang Pencegahan TPKS serta Penanganan, Pelindungan dan Pemulihan Korban TPKS.
Minimnya komitmen ini juga tercermin dari postur kabinet dan anggaran:
Keterwakilan Perempuan: Pemerintahan Prabowo-Gibran dinilai belum memenuhi kuota afirmasi 30% perempuan di Kabinet Merah Putih. Dari 111 anggota kabinet (menteri dan wakil menteri), hanya 13 posisi yang diisi oleh perempuan.
Postur Anggaran: Alokasi anggaran untuk isu perempuan menunjukkan tren penurunan. Anggaran APBN untuk Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) pada tahun 2026 direncanakan Rp214,1 M, turun signifikan dari alokasi tahun 2025 sebesar Rp300,1 M dan bahkan mengalami efisiensi hingga menjadi Rp153 M di tahun 2025. KPPPA pun tidak masuk dalam 10 kementerian/lembaga dengan postur APBN tertinggi.
Ancaman Keamanan dan Kekerasan: Catatan Kriminalisasi Aktivis
Selain data ketimpangan, Komnas Perempuan juga menyoroti masalah kekerasan berbasis gender yang didokumentasikan mencapai 330.097 kasus pada tahun 2024. Sementara itu, tingkat kemiskinan perempuan (9,1%) lebih tinggi dibandingkan laki-laki.
Selain itu, Komnas Perempuan juga mencatat bahwa setahun pemerintahan Prabowo-Gibran belum memberikan jaminan perlindungan hak atas rasa aman serta kebebasan berpendapat dan berekspresi. Catahu 2024 Komnas Perempuan mencatat 95 kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan, termasuk 10 kasus kriminalisasi. Pelaku kekerasan tertinggi berasal dari aparat penegak hukum (53 kasus), disusul pemerintah (14 kasus), dan pejabat publik (11 kasus).
Lembaga ini juga menegaskan temuan kasus salah tangkap dan penangkapan sewenang-wenang terhadap aktivis pembela HAM, mahasiswa, dan anak-anak dalam aksi unjuk rasa pada peristiwa 25 Agustus hingga 2 September 2025. Hingga kini, para aktivis tersebut masih menghadapi tuntutan kriminalisasi.
Rekomendasi Komnas Perempuan
Berdasarkan temuan tersebut, Komnas Perempuan mendesak Kepemimpinan Prabowo-Gibran untuk:
Meningkatkan Prioritas Kebijakan dan Anggaran untuk penanganan persoalan utama perempuan, seperti penghapusan kekerasan, layanan korban, dan layanan kesehatan.
Meningkatkan Dukungan Anggaran bagi kementerian/lembaga yang menangani isu prioritas perlindungan HAM perempuan, seperti KPPPA dan Komnas Perempuan, serta menjamin ketiadaan efisiensi anggaran.
Membebaskan para aktivis pembela HAM dan perempuan yang berhadapan dengan hukum terkait unjuk rasa Agustus-September 2025.
*Sumber: Komnas Perempuan, 21 Oktober 2025






