Menu

Mode Gelap
KPA Desak Pembentukan Badan Pelaksana Reforma Agraria HTN 2025, Partai Buruh Desak Pelaksanaan Reforma Agraria Sejati IKN Jadi Ibu Kota Politik: Pemerataan atau Sekadar Perpindahan Fisik? Rupiah Kamis Melemah Harga Emas Antam Kamis Turun Tipis IHSG BEI Kamis Menguat

KEUANGAN

Rupiah Tembus 15 Ribu, Seperti Era Krisis Moneter

badge-check


					Rupiah Tembus 15 Ribu, Seperti Era Krisis Moneter Perbesar

INAnews.co.id – Pada hari ini, Selasa (2/10/2018), US$ 1 berada di level Rp 15.040/US$. Rupiah melemah 0,91% dibandingkan penutupan pada perdagangan hari sebelumnya, Senin (1/10/2018).

Terakhir kali rupiah mencapai kisaran Rp 15.000/US$ adalah pada Juli 1998. Kala itu, Indonesia tengah didera krisis moneter (krismon). Artinya, posisi rupiah hari ini adalah yang terlemah sejak 9 Juli 1998.

Beberapa analis menyebut, penguatan Dolar AS bisa menembus level maksimal Rp 15.200/US$. Namun, tak sedikit di antara beberapa analis yang memperkirakan nilai tukar rupiah bakal menembus Rp 15.500/US$.

Salah satunya, David Sumual, Ekonom dari BCA menilai, selama ketegangan perang dagang dan ketidakpastian ekonomi global terus berlanjut, bukan tidak mungkin rupiah menembus level Rp 15.500/US$.

“Proyeksi kami berada di rentang Rp 14.900/US$ – Rp 15.500/US$ sampai akhir tahun,” kata David saat berbincang dengan CNBC Indonesia, Selasa (2/10/2018).

Defisit transaksi berjalan yang melebar, menjadi salah satu sumber pelemahan Rupiah secara domestik. Sementara dari faktor eksternal nilai tukar Rupiah juga sangat bergantung pada situasi ekonomi global.

Kondisi ekonomi dunia yang tidak kondusif, membuka ruang rupiah terdepresiasi. Salah satu kebijakan pemerintah yang menjadi sumber pelemahan Rupiah adalah keputusan untuk tidak menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) hingga 2019.

Dengan tingginya impor minyak dan gas – yang secara langsung menguras devisa, setiap hari untuk minyak butuh US$ 200 juta dolar, kata David.

Konsumsi minyak per hari sebesar 1,4 juta barel, sementara produksi hanya 700 ribu barel. Jadi mau tidak mau impor sangat tinggi.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor hasil minyak selama Agustus 2018 mencapai US$ 2,54 miliar, di mana impor bahan bakar motor tercatat menjadi yang paling tinggi sebesar US$ 1,69 miliar.

Rinciannya, bahan bakar jenis RON 90 dan di atasnya US$ 437.183, bahan bakar RON lainnya yang dicampur US$ 402.503. dan lainnya US$ 856.387.

Menurut David, ketika penyesuaian harga bensin dilakukan tiap 3 bulan dengan mempertimbangkan kurs dan harga minyak dunia, nilai tukar rupiah relatif lebih stabil karena devisa terpenuhi.

Kondisi sekarang itu lebih sulit. Waktu zaman Pak SBY, mereka menaikkan harga BBM karena sudah tidak ada kepentingan lagi, tegasnya.

Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri pernah menyebut bahwa kenaikan harga bahan bakar minyak menjadi solusi jitu untuk mengatasi persoalan defisit perdagangan migas yang menjadi salah satu biang kerok defisit neraca perdagangan dalam beberapa bulan terakhir. Apalagi, defisit neraca perdagangan akan mengancam transaksi berjalan.

Transaksi berjalan menggambarkan devisa yang masuk ke sebuah negara dari aktivitas ekspor-impor barang dan jasa. Devisa dari sektor ini lebih bisa diandalkan karena relatif lebih bertahan lama ketimbang hot money di pasar keuangan.

Oleh karena itu, transaksi berjalan menjadi indikator utama kekuatan nilai tukar suatu mata uang. Ketika investor melihat ada prospek transaksi berjalan Indonesia kembali defisit pada kuartal III-2018, maka nasib rupiah pun jadi sorotan.

Rupiah akan sulit menguat jika transaksi berjalan kembali defisit, sehingga tekanan jual akan melanda rupiah dan instrumen berbasis mata uang ini.

Kebijakan Moneter AS Sebagai Faktor Eksternal Depresiasi Rupiah.

Dari sisi eksternal, faktor utama risiko rupiah berasal dari kebijakan moneter AS. The Federal Reserve kemungkinan besar masih akan menaikkan suku bunga diakhir tahun ini.

Tingkat keyakinannya, bahkan mencapai 78,5%. Ada juga kemungkinan The Fed menaikkan suku bunga sampai 50 bps, dengan tingkat keyakinan sangat kecil sebesar 1%.
Saat ini, suku bunga acuan di AS ada di 2-2,25% atau median 2,125%. Pada akhir 2020, The Fed menargetkan suku bunga berada di median 3,4%. Oleh karena itu, kemungkinan akan ada tiga kali kenaikan lagi pada 2019 dan setidaknya sekali pada 2020.

Artinya, arus modal akan terus tersedot ke AS. Sebab kenaikan suku bunga acuan akan ikut mengerek imbalan investasi di Negeri Paman Sam, utamanya di instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi.

Dengan kombinasi sentimen tersebut, dan proyeksi kedepannya, sangat sulit kiranya nilai tukar mata uang Garuda ini bisa kembali pada kisaran Rp.13.000 per usd. Meskipun secara fundamental, rupiah saat ini benar-benar sangat murah, setidaknya Rupiah bisa di Rp.14.500an, namun dengan defisit perdagangan saat ini, masih akans sulit terwujud.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Juga

Rupiah Kamis Melemah

25 September 2025 - 11:14 WIB

Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Selasa Menguat

23 September 2025 - 11:20 WIB

Rupiah tertekan mendekati Rp15.200 per Dolar. (istimewa)

Menkeu Ungkap Strategi “Market Base” Tarik Dolar WNI dari Luar Negeri

20 September 2025 - 18:39 WIB

Populer INDAG