INAnews.co.id – Perokok di Indonesia, diyakini akan mengurangi bahkan menyerah untuk membeli rokok, jika harga rokok mencapai Rp. 50.000 per pak. Demikian menurut kajian yang dilakukan oleh Laborahima Thabrany pada 2016.
Harus diakui bahwa di antara negara-negara Asia, rokok di Indonesia dipasarkan dengan harga yang rata-rata sangat murah, dibandingkan Singapura, Malaysia, Thailand dan bahkan India. Di Indonesia, kenaikan harga rokok per tahun masih di bawah kenaikan pendapatan dan harga barang, tidak heran jika rokok pun menjadi lebih terjangkau dalam lima belas tahun terakhir.
Bahkan ditemukan harga satu bungkus rokok di Indonesia dapat dijual seharga Rp 5.900,00 (0,45 US$). Ini termasuk harga rokok termurah di dunia, menurut Bank Dunia. Rata-rata harga satu bungkus rokok di Indonesia sekitar US$ 1,65 jauh lebih rendah dari harga rata-rata harga di dunia, yaotu US$ 3,38 maupun harga di Asia Pasifik sebesar US$ 4.67. Bahkan harga rokok di Indonesia menduduki peringkat termurah ke 10 dari 36 negara Asia Pasifik.
Bila kita dapati saat ini, sejumlah iklan rokok bahkan mencantumkan harga per batang bisa sampai Rp. 1000,-. Bukan tanpa alasan harga ini muncul. Pada laporan resminya di tahun 2015, Oxford Business Group menyoroti bahwa di Indonesia rokok dapat dijual secara eceran dengan harga rata-rata US$ 0,10 atau sekitar Rp 1.000 per batang.
Terkait cukai; Indonesia merupakan negara dengan struktur cukai rokok paling kompleks di dunia, di mana saat ini terdapat 10 tingkatan cukai. Sistem cukai bertingkat ini menyebabkan harga rokok sangat bervariasi di Indonesia.
Sayangnya, banyaknya variasi harga mengurangi efektivitas kenaikan cukai dalam mengendalikan konsumsi rokok. Mereka yang memiliki uang terbatas, termasuk keluarga miskin dan anak-anak, dapat dengan mudah membeli rokok yang lebih murah.
Peningkatan tarif cukai dan struktur cukai yang lebih sederhana dengan demikian saat ini menjadi argumen yang berkembang bagi penyelamatan nyawa, perlindungan kesehatan, perlindungan kesejahteraan anak-anak dan keluarga miskin, serta mendukung pembangunan di Indonesia – khususnya untuk mendukung kebutuhan pembiayaan JKN
Sejumlah simulasi pun telah dibuat. Jika cukai rokok dinaikkan 16%, maka dipercaya akan mengurangi konsumsi sebesar 4,7%. Bank Dunia memperkirakan bahwa bila peningkatan cukai rokok di Indonesia rata-rata sebesar 47% dan struktur cukai rokok dikurangi menjadi 6 tingkatan saja, maka akan mengurangi permintaan rokok sebesar 10,4% dan meningkatkan pendapatan pemerintah sebesar 8,4% atau Rp 12.875 triliun.
Kenaikan tersebut disinyalir memberikan dampak positif bagi kesehatan, mencegah biaya kesehatan keluarga dari penyakit akibat rokok, menekan belanja anggaran pemerintah, dan meningkatkan produktivitas ekonomi penduduk. Meski bukan merupakan tujuan utamanya, peningkatan cukai rokok juga dapat menjadi sumber alternatif pendanaan untuk prioritas kesehatan dan pembangunan.
Hal ini direspon oleh sebuah kajian pada tahun 2016 yang mengungkapkan bahwa mayoritas non-perokok (80%) dan perokok (75%) mendukung kenaikan harga rokok. Dalam kajian tersebut, lebih dari 72,3% perokok mengatakan bahwa mereka akan berhenti merokok jika harga rokok di atas Rp 50.000 per bungkus; jauh di atas harga saat ini.(Al Sattar)