Menu

Mode Gelap
Flu Day 2025, PDPI Imbau Masyarakat Tingkatkan Kewaspadaan: Jangan Takut Berlebihan Pemerhati Kebijakan Buteng Tegaskan Pro-Rakyat, Namun Tolak Metode Provokatif Bupati dalam Menyikapi Konflik Investasi Institut STIAMI Luncurkan Production House Communication PT BAT Instrumen Bank Internasional Diduga Rugikan Korban Rp16 Miliar, CWIG Jabarkan Kronologinya Amien Rais Kritik Keras Luhut Binsar Pandjaitan soal Pergantian Kapolri Sudah Tampil, Belum Dibayar: Kisah Seniman Lokal di Panggung HUT Kota Baubau

HOT ISU

Respons IHW soal Dugaan Nampan MBG Menggunakan Minyak Babi

badge-check


					Foto: Ikhsan Abdullah, dok. ist Perbesar

Foto: Ikhsan Abdullah, dok. ist

INAnews.co.id, Jakarta– Founder Indonesia Halal Watch (IHW), Ikhsan Abdullah, menanggapi isu nampan impor asal Tiongkok yang digunakan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG). Ia menegaskan, persoalan yang muncul bukan pada bahan utama nampan, melainkan proses produksinya yang melibatkan minyak babi.

“Sebenarnya bukan food grade atau nampannya yang mengandung babi. Tapi proses akhirnya dari pembuatan food grade itu yang menggunakan minyak babi,” kata Ikhsan dalam keterangannya, Rabu (3/9/2025).

Menurutnya, dalam tahap akhir produksi, nampan stainless steel dicelupkan ke minyak berbasis lemak babi agar tidak mudah berkarat dan tidak saling bergesekan. “Minyak babi itu paling efektif dan murah. Itu hasil temuannya,” jelasnya.

Ikhsan menilai, temuan ini harus menjadi peringatan bagi pemerintah, pelaku usaha, maupun masyarakat untuk menegakkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH). “UU itu mengatur bahwa semua produk yang beredar wajib bersertifikat halal. Tidak terkecuali produk food grade,” tegasnya.

Lebih jauh, ia mempertanyakan kebijakan impor nampan dari Tiongkok, padahal industri dalam negeri mampu memproduksi produk serupa. “Kenapa tidak menggunakan produk yang sejenis yang diproduksi oleh masyarakat kita? Wong bikin kapal saja bisa kok, masak ompreng saja mesti beli di China,” ujarnya.

Menurutnya, jika diproduksi di dalam negeri, bukan hanya standar halal yang lebih mudah dijaga, tetapi juga memberi dampak ekonomi berantai. “Dengan memproduksi ompreng di sini, tenaga kerja terserap, orang memperoleh nafkah, bisa membeli beras, petaninya juga hidup. Ada multiplier effect. Ini yang tidak dipikirkan. Kita terburu-buru,” pungkas Ikhsan.

Sebelumnya, Indonesia Business Post (IBP) merilis laporan investigasi di kawasan industri Chaoshan, Provinsi Guangdong, Tiongkok, yang disebut sebagai lokasi produksi ompreng untuk pasar global, termasuk diduga untuk Program MBG.

Laporan IBP mengungkap 30–40 pabrik memproduksi ompreng dengan dugaan praktik pemalsuan label “Made in Indonesia” dan logo SNI. Selain itu, ditemukan penggunaan bahan stainless steel tipe 201 yang diduga mengandung mangan tinggi dan tidak cocok untuk makanan asam. Investigasi itu juga menyoroti indikasi penggunaan minyak babi atau lard dalam proses produksi.*

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Juga

Flu Day 2025, PDPI Imbau Masyarakat Tingkatkan Kewaspadaan: Jangan Takut Berlebihan

1 November 2025 - 11:48 WIB

Amien Rais Kritik Keras Luhut Binsar Pandjaitan soal Pergantian Kapolri

31 Oktober 2025 - 19:09 WIB

Amien Desak Abdul Mu’ti Buka Kebenaran Surat Keterangan Penyetaraan Ijazah Gibran

31 Oktober 2025 - 18:06 WIB

Populer NASIONAL