INAnews.co.id, Jakarta– Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Ustaz Adian Husaini menyebut kasus pemberitaan Trans7 tentang Pesantren Lirboyo sebagai bentuk “penzaliman” terhadap lembaga pendidikan Islam tersebut. Pernyataan ini disampaikan melalui kanal YouTube pribadinya yang diunggah Rabu (22/10/2025).
Dalam video berdurasi sekitar 12 menit itu, Adian mengkritisi cara media menyoroti kelemahan pesantren tanpa memahami konteks dan nilai-nilai yang dijunjung tinggi dalam tradisi pendidikan pesantren.
“Ini kasus penzaliman menurut saya terhadap Pesantren Lirboyo oleh Trans7,” ujar Adian membuka videonya.
Persoalan Etika dan Adab
Adian, yang mengaku sebagai alumni pesantren tradisional, menekankan pentingnya adab dalam menyikapi kelemahan lembaga pendidikan Islam. Menurutnya, meski tidak ada lembaga yang sempurna, mengekspose kesalahan pesantren di media bukanlah cara yang tepat.
“Kalau ada kelemahan, ya sebagai sesama muslim ini kan saya bicara sebagai sama muslim ya, apalagi via media. Enggak ada lembaga yang sempurna, enggak ada manusia yang sempurna,” katanya.
Ia membandingkan sikap terhadap pesantren dengan sikap terhadap orang tua sendiri. “Saya punya orang tua. Saya tahu orang tua saya banyak kelemahan, banyak salah. Tapi saya punya guru. Kalau Pak Kiai saya itu punya keliru, punya salah, ya kan ini adab kami, adab santri. Apakah saya orang tua saya salah saja ekspos? Saya tutupi kelemahannya,” ungkapnya.
Perspektif Berbeda dalam Menilai Pesantren
Adian mengingatkan bahwa setiap tindakan bisa dinilai dari sudut pandang yang berbeda. Apa yang dianggap salah oleh pihak luar, bisa jadi memiliki konteks dan pemahaman tersendiri dalam tradisi pesantren.
“Satu tindakan yang kita hakimi, kita vonis itu salah, kita vonis itu keliru, feodal dan sebagainya. Itu kan dalam sudut pandang mungkin sudut pandang kita, tapi dari pihak pesantren dia punya sudut pandang sendiri,” jelasnya.
Ia juga mempertanyakan reaksi santri dan orang tua santri. “Yang paling gampang kan begini, apakah orang-orang itu protes? Apakah orang tuanya protes?”
Pengalaman Pribadi sebagai Santri
Berbagi pengalaman pribadinya, Adian menceritakan kondisi pesantren di masa mudanya yang jauh dari standar kenyamanan modern. Ia tidur di emperan, mandi di kolam bersama-sama, bahkan mengalami kudis.
“Saya bilang ke orang tua saya, ke ibu saya, ‘Loh gimana nih pesantren kok begini menderita segala macam.’ Ibu saya jawabannya juga unik, ‘Pokoknya kamu semakin menderita itu semakin sukses katanya,'” kenang Adian.
Ia juga mengungkapkan bahwa anaknya sendiri pernah ditampar senior hingga gendang telinganya pecah, namun tidak dilaporkan karena khawatir pelaku diusir dari pesantren. “Saya bawa ke dokter aja. Itu musibah. Karena saya tahu dalam tradisi pesantren begini,” ujarnya.
Tanggung Jawab Media dan Introspeksi
Adian mengajak para pelaku media untuk lebih berhati-hati dalam memberitakan pesantren. Ia menekankan pentingnya prinsip tabayyun (klarifikasi) dan check and recheck sebelum menyiarkan informasi.
“Kita sebagai jurnalis itu kan cek and recheck. Betul enggak ini? Latar belakangnya apa? Apalagi sama saudara muslim kita. Menutupi, kalau ada kelemahan kita tutupi,” tegasnya.
Ia berharap kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak, terutama di era di mana setiap orang bisa menjadi produser konten. “Kita semua ini sekarang produser, kita suka nge-share, kita suka membuat konten, kita beritakan, kita siarkan. Kita tanggung jawab.”
Trans7 Telah Meminta Maaf
Adian menyebutkan bahwa Trans7 telah mengakui kesalahan dan meminta maaf, bahkan pejabat stasiun televisi tersebut telah mendatangi Pesantren Lirboyo. “Pimpinan tertingginya nanti juga akan silaturahmi ke Pesantren Lirboyo,” katanya.
Tantangan Pesantren di Era Modern
Mengakhiri paparannya, Adian menyoroti tantangan berat yang dihadapi dunia pesantren di era keterbukaan saat ini. Ia menceritakan pengalamannya sendiri ketika ada orang tua santri yang keberatan anaknya diminta kerja bakti ngecor tanpa alat pelindung.
“Memang tantangan kita, dunia pesantren di era keterbukaan sekarang ini sangat berat. Hal-hal yang dulu kita di pesantren biasa terjadi, dulu enggak apa-apa, sekarang harus menyesuaikan diri,” akunya.
Meski demikian, Adian tetap optimis bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan yang paling berpeluang mengaplikasikan konsep pendidikan nasional sesuai Pasal 31 ayat 3 UUD 1945, yakni melahirkan generasi yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia.
“Lembaga mana yang bisa mendidik itu dengan baik? Pesantren berpeluang. Sekarang tinggal kita di pesantren ini diuji oleh Allah,” pungkasnya.
Adian berharap kasus ini segera selesai menjelang peringatan Hari Santri Nasional yang jatuh dua hari setelah video tersebut diunggah, sehingga pesantren-pesantren di Indonesia bisa kembali berkonsentrasi pada misi pendidikan mereka.