INAnews.co.id – Kajian yang dilakukan oleh Institute for Development of Economics and Finance (Indef), menunjukkan pertumbuhan industri perbankan syariah nasional dan prospek kedepan sejumlah sektor sangat menjanjikan.
Hingga Juni 2018, terdapat lima sektor pembiayaan perbankan syariah yang menjanjikan pertumbuhannya. Pertama, sektor rumah tangga sebesar 41 persen, kedua perdagangan besar dan eceran sebesar 11 persen. Sementara, ketiga adalah industri pengolahan dengan besaran pembiayaan sebesar 7 persen, keempat sektor konstruksi 7 persen, dan kelima sektor perantara keuangan sebanyak 6 persen. Kelima sektor tersebut, menyedot setidaknya 70 persen pembiayaan perbankan syariah nasional.
Sementara pertumbuhan aset, dari Juni 2018 mampu tumbuh 13 persen, Dana Pihak Ketiga (DPK) 13 persen, kredit 11,5 persen. Sebagaimana disampaikan oleh Abrar Talattov, ekonom Indef di Jakarta, Selasa (06/10). Abrar menilai, pertumbuhan aset perbankan syariah, DPK dan kredit masih bagus karena di atas 10 persen.
Dalam catatan, selama 4 tahun sebelumnya, pergerakannya sangat beragam. Tahun 2015 itu turun menukik, 2016 naik, akhir tahun 2017 turun lagi, demikian papar Abrar. “Saat ini perbankan syariah turun dari sisi kredit maupun DPK. Berbeda dengan perbankan konvensional yang mengalami kenaikan. Artinya ada kompetisi yang riil antara bank konvensional dan bank syariah,”sambungnya.
Diakui olehnya bahwa dari pangsa pasar perbankan syariah memang relatif masih kecil. Diperkirakan masih akan berada di level 5,7 persen sampai akhir 2018. Sebagai perbandingan pangsa pasar perban kan syariah Malaysia sudah berada di level 20 %. “Artinya jika kita berbicara bagaimana bisa mengembangkan ekonomi syariah, maka yang pertama ialah bagaimana bisa mengembangkan pertumbuhan pembiayaan dan DPK. Yang kedua, bank syariah secara aset terus tumbuh, tidak cukup hanya di level 5 persen saja,”katanya.
Kemudian kalau dibedah lagi dari 5,7 persen tersebut ternyata masih didominasi oleh Bank Umum Syariah (BUS) 66 persen dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) yang hanya 2,3 persen. Artinya, perkebangan syariah ditopang oleh 21 Unit Usaha Syariah (UUS) dan 13 BUS.
“Walaupun kita sudah punya Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS), sehingga bisa menjadi pendorong bank syariah untuk tumbuh lebih cepat, namun di dalam perjalanannya terlihat masih stagnan. Intinya industri keuangan syariah ini bisa didorong dengan dukungan afirmasi pemerintah,”katanya.
Selain itu, menurutnya tantangan riil perbankan syariah adalah nilai kompensasi bagi hasil bagi nasabah potensil yang masih berada di bawah sukuk yang diterbitkan oleh pemerintah. Tantangan perbankan syariah ke depan lainnya adalah pertama, adanya normalisasi suku bunga AS, kedua, Perang dagang AS – China, dan ketiga adanya kenaikan harga minyak.